PARIS | Priangan.com – Revolusi Prancis (1789-1799) tidak hanya menggulingkan raja dan mengubah sistem pemerintahan, tetapi juga berusaha mengubah cara orang memahami waktu. Salah satu eksperimen paling radikal dari revolusi ini adalah Kalender Republik Prancis, sebuah sistem penanggalan baru yang menggantikan kalender Gregorian, sistem kalender yang umum digunakan di Eropa dan dunia hingga saat ini. Kalender ini bukan sekadar perubahan teknis, tetapi juga simbol dari tekad kaum revolusioner untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar baru dan bebas dari pengaruh monarki dan agama.
Kalender yang juga dikenal dengan nama Kalender Revolusioner ini diperkenalkan oleh kaum Jacobin selama Pemerintahan Teror dan digunakan untuk menandai berbagai peristiwa penting dalam periode tersebut. Misalnya, Undang-Undang 14 Frimaire memperkuat kendali Komite Keamanan Publik, sementara Undang-Undang 22 Prairial mempercepat eksekusi terhadap musuh-musuh revolusi.
Meskipun banyak yang menentang kebijakan Jacobin, kalender ini bertahan selama lebih dari satu dekade. Banyak politisi khawatir bahwa menghapus kalender bisa membuka jalan untuk membatalkan pencapaian revolusi lainnya. Namun, masyarakat justru sulit beradaptasi dengan sistem baru ini. Hari-hari istirahat yang dipindahkan dari Minggu ke décadi (hari kesepuluh dalam minggu Republik) tidak populer, bahkan di kalangan istri pejabat publik yang diam-diam tetap mengikuti kalender lama.
Upaya mempertahankan kalender terus dilakukan, terutama setelah kudeta 18 Fructidor Tahun V. Pemerintah berusaha memaksa masyarakat menggunakan tanggal Republik dalam media dan acara publik. Namun, studi pada Tahun VI menemukan bahwa rakyat lebih menyukai hari-hari libur tradisional daripada festival revolusioner. “Hari Minggu dan hari libur Katolik masih dirayakan dengan kemegahan, sementara décadi hampir tidak mendapat perhatian,” demikian laporan pemerintah saat itu.
Pada akhirnya, kalender ini perlahan ditinggalkan. Tahun VIII, sebagian besar hari raya revolusioner dihapus, kecuali 14 Juli dan 1 Vendémiaire. Napoleon Bonaparte, yang berkuasa setelah Kudeta 18 Brumaire, akhirnya menghapus kalender ini sepenuhnya pada 1 Januari 1806. Meskipun begitu, kalender ini sempat digunakan kembali secara singkat selama Komune Paris tahun 1871, sebelum akhirnya benar-benar hilang dari kehidupan sehari-hari.
Namun, kalender Prancis tetap terkenal, terutama karena nama-nama bulannya yang puitis dan upayanya yang ambisius dalam merombak kehidupan sosial. Bahkan hingga kini, sejarawan masih menggunakan tanggal-tanggal Republik untuk merujuk pada peristiwa penting, seperti Kudeta 18 Brumaire yang membawa Napoleon ke tampuk kekuasaan.
Kalender Republik Prancis melambangkan semangat revolusi: radikal, ambisius, dan penuh dengan tekad untuk menciptakan dunia baru. Namun, seperti revolusi itu sendiri, kalender ini akhirnya tidak mampu menyesuaikan diri dengan realitas yang terus berubah.
Ironisnya, dua tokoh utama yang menciptakan kalender ini, Fabre d’Eglantine dan Charles-Gilbert Romme, juga menjadi korban Revolusi yang mereka perjuangkan. Fabre dieksekusi dengan guillotine pada tahun 1794, sementara Romme bunuh diri setahun kemudian.
Meskipun telah lama ditinggalkan, kalender ini tetap menjadi simbol dari eksperimen paling radikal dalam sejarah modern. Ia mengingatkan kita bahwa bahkan sesuatu yang mendasar seperti waktu pun bisa menjadi medan pertempuran bagi perubahan sosial dan politik. (Lsa)