LYON | Priangan.com – Seorang yang paling dicari oleh Nazi Jerman pada saat Perang Dunia II berlangsung, dengan julukan ‘mata-mata Sekutu paling berbahaya’ ternyata adalah wanita. Virginia Hall Goillot namanya.
Dalam dunia intelijen yang keras dan penuh risiko, Hall menunjukkan keteguhan luar biasa meskipun menjalani hidupnya dengan kaki palsu.
Hall lahir di Baltimore, Maryland, pada 6 April 1906. Sejak muda, ia tertarik pada bahasa asing dan dunia internasional. Impiannya adalah menjadi diplomat.
Namun, kecelakaan berburu pada tahun 1932 mengubah segalanya. Akibat insiden itu, kakinya harus diamputasi. Ia hidup dengan kaki palsu yang ia beri nama ‘Cuthbert’. Meski begitu, semangatnya tak padam.
Saat Perang Dunia II pecah, Hall berada di Prancis. Ia bergabung dengan Layanan Ambulans untuk membantu warga sipil.
Ketika Nazi menduduki Prancis, ia melarikan diri ke London. Di sana, ia menjadi sukarelawan untuk Special Operations Executive (SOE), badan intelijen rahasia Inggris.
Hall kemudian kembali ke Prancis sebagai mata-mata, menyamar sebagai jurnalis New York Post. Tugasnya sangat berisiko, seperti mengatur jaringan perlawanan, mengirim agen, menyelundupkan dana, dan mengirimkan laporan ke London. Ia beroperasi di wilayah Vichy, di bawah pengawasan ketat tentara Jerman.
Keberaniannya membuatnya menjadi incaran utama. Nazi menyebutnya ‘wanita pincang’ dan menempatkannya dalam daftar orang paling dicari.
Ketika Jerman mengambil alih seluruh Prancis pada 1942, Hall harus segera melarikan diri.
Ia lolos dengan naik kereta, lalu mendaki melintasi Pegunungan Pyrenees menuju Spanyol. Perjalanan ini sangat berat, apalagi dengan kaki palsu. Namun, ia tetap tenang dan bahkan sempat bercanda dalam pesannya ke markas, berharap “Cuthbert” tidak menimbulkan masalah selama pelarian.
Setibanya di Spanyol, Hall sempat ditahan karena masuk tanpa izin. Berkat bantuan Kedutaan Besar Amerika Serikat, ia dibebaskan dan melanjutkan misinya. Ia lalu bekerja di Madrid sebelum kembali ke London. Atas jasanya, ia dianugerahi gelar kehormatan ‘Member of the Order of the British Empire’ oleh pemerintah Inggris.
Setelah meninggalkan SOE, Hall bergabung dengan Office of Strategic Services (OSS), pendahulu CIA. Ia meminta untuk dikirim kembali ke Prancis, dan permintaan itu dikabulkan. Ia kembali turun ke lapangan dengan identitas palsu dan nama sandi baru.
Selama lebih dari setahun, Hall menjalankan misi penting di wilayah pendudukan Nazi. Ia memetakan zona aman, mengatur rumah persembunyian, dan membantu mengoordinasikan pengiriman senjata dan pasokan. Ia juga melatih pejuang Perlawanan secara langsung dalam teknik perang gerilya.
Seluruh aktivitas ini dijalankannya secara rahasia, hingga pasukan Sekutu tiba dan membebaskan wilayah tempat ia bertugas pada September 1945. Baru setelah itu ia menghentikan laporan-laporannya ke markas intelijen.
Setelah perang, Hall menikah dengan Paul Goillot, sesama mantan agen OSS. Keduanya bekerja di Central Intelligence Agency (CIA). Hall bertugas sebagai analis yang fokus pada politik Prancis dan tergabung dalam Divisi Kegiatan Khusus yang menangani operasi rahasia.
Ia pensiun pada tahun 1966 setelah lima belas tahun mengabdi di CIA. Bersama suaminya, ia menetap di sebuah peternakan di Barnesville, Maryland. Virginia Hall wafat pada 8 Juli 1982 di Rockville, Maryland, pada usia 76 tahun.
Penghargaan atas jasanya datang dari berbagai penjuru. Selain MBE dari Inggris, ia menerima Distinguished Service Cross dari Amerika Serikat, satu-satunya yang diberikan kepada seorang perempuan dalam Perang Dunia II.
Namanya terus dikenang. Pada tahun 2006, ia diperingati oleh duta besar Prancis dan Inggris untuk Amerika Serikat. Pada tahun 2019, ia dilantik ke dalam Maryland Women’s Hall of Fame.
Virginia Hall adalah bukti nyata bahwa keberanian sejati tidak mengenal batas fisik. Dalam sunyi dan bayang-bayang, ia berjuang demi kebebasan dan keamanan jutaan orang. Kisah hidupnya adalah simbol dari keteguhan hati, kecerdasan, dan semangat pantang menyerah. (LSA)