BOGOR | Priangan.com – Prasasti Ciaruteun di Kabupaten Bogor menjadi salah satu bukti arkeologis yang menandai keberadaan Kerajaan Tarumanegara pada masa awal perkembangan sejarah di Jawa Barat. Letaknya berada di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, dan hingga kini masih dipandang sebagai peninggalan penting yang menggambarkan kehidupan masyarakat pada awal abad Masehi.
Penelitian mengenai prasasti ini menunjukkan bahwa batu bertulis tersebut tidak hanya memuat catatan politik pada masa kerajaan kuno. Pada saat yang sama, keberadaannya mencerminkan tradisi sosial dan budaya masyarakat di masa Tarumanegara, termasuk jejak hubungan Nusantara dengan kebudayaan dari India.
Dalam kajian arkeologi, Prasasti Ciaruteun dianggap sebagai salah satu sumber utama untuk memahami peradaban awal di wilayah Jawa Barat. Informasi yang terkandung di dalamnya memberi gambaran mengenai struktur kekuasaan pada masa kerajaan dan menjadi pijakan bagi masyarakat dalam menelusuri asal-usul warisan budaya nenek moyang.
Prasasti ini menjadi bagian dari rangkaian prasasti yang berkaitan dengan Raja Purnawarman. Temuan tersebut pertama kali dilaporkan pada tahun 1863 oleh N.W. Hoverman setelah ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun, Kampung Muara, Bogor. Laporan itu kemudian diteruskan kepada Bataviaasch Genootschap yang saat itu menjadi lembaga penting dalam kajian sejarah di Hindia Belanda.
Seorang arkeolog menjelaskan, “Penemuan prasasti ini membuka banyak informasi baru mengenai sistem politik dan budaya di masa Tarumanegara.”
Tulisan pada prasasti menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Adanya pengaruh kebudayaan India tergambar jelas melalui penggunaan bahasa dan simbol yang terukir pada batu andesit tersebut. Sistem tulisan yang berkembang menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu memiliki kemampuan komunikasi yang sudah cukup maju.
Riwayat prasasti ini sempat mengalami gangguan akibat banjir besar pada tahun 1893. Arus sungai menyeret batu tersebut beberapa meter dari posisi awalnya hingga bagian bertulis menghadap ke bawah. Kondisi tersebut membuat penelitian terhadap isi prasasti membutuhkan penanganan khusus pada masa itu.
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial memindahkan Prasasti Ciaruteun ke tempat yang dinilai lebih aman. Lokasinya kemudian ditempatkan di Desa Ciaruteun Ilir untuk menghindari kerusakan lebih lanjut akibat banjir yang berulang di kawasan tersebut. Langkah itu dilakukan demi menjaga keberlanjutan penelitian dan pelestarian prasasti.
Pada permukaannya terdapat ukiran telapak kaki yang sangat dikenal oleh para peneliti sejarah. Teks berbahasa Sanskerta yang terdiri dari empat baris tersebut memuat pujian untuk Raja Purnawarman yang digambarkan sebagai pemimpin utama Tarumanegara. Ukiran telapak kaki itu melambangkan kekuasaan sang raja di wilayah tersebut.
Terjemahan dari tulisan di prasasti menyampaikan bahwa telapak kaki yang terukir diserupakan dengan kaki Dewa Wisnu. Penyebutan itu menggambarkan penghormatan kepada Purnawarman sebagai pemimpin kuat yang dianggap melindungi rakyatnya. Penggambaran spiritual semacam ini menunjukkan kuatnya pengaruh Hindu pada masa tersebut.
Secara fungsi, Prasasti Ciaruteun tidak hanya menjadi bukti sejarah. Peninggalan ini menjadi sumber penting bagi penelitian budaya dan perkembangan sistem sosial masyarakat di wilayah Jawa Barat pada masa lampau. Melalui prasasti ini, para ahli dapat mempelajari struktur pemerintahan, pengaruh agama, hingga perkembangan bahasa pada masa awal kerajaan di Nusantara.
Bagi masyarakat setempat, kehadiran prasasti tersebut memberikan kebanggaan tersendiri. Nilai sejarah yang tinggi membuat kawasan ini menjadi salah satu titik kunjungan bagi wisatawan dan peneliti. Pelestarian prasasti dianggap penting untuk menjaga kesinambungan identitas budaya di tengah arus perkembangan zaman. (wrd)

















