LONDON | Priangan.com – Jika waktu diputar mundur jauh ke belakang, maka hari ini mungkin menjadi hari paling kelam bagi London. Pada awal September 1666, ibukota Inggris itu dilanda kebakaran hebat yang meluluhlantakkan ribuan bangunan dan mengubah wajah kota untuk selamanya.
Api pertama kali muncul pada dini hari 2 September dari rumah seorang tukang roti di kawasan Pudding Lane, tidak jauh dari London Bridge. Awalnya dianggap sepele, kobaran api justru cepat membesar akibat tiupan angin timur yang kencang. Deretan rumah kayu yang rapat dan kering setelah musim panas panjang membuat api mudah merembet dari satu bangunan ke bangunan lain. Tak lama, kawasan pemukiman padat di sekitar Fish Hill hingga tepian Sungai Thames ikut tersapu kobaran.
Gudang-gudang di sepanjang sungai yang menyimpan barang mudah terbakar seperti minyak dan lemak memperparah situasi. Percikan api menjalar ke berbagai sudut kota dan sulit dikendalikan. Dalam upaya menghentikan penyebaran, otoritas setempat bersama Angkatan Laut Inggris mengambil langkah drastis dengan merobohkan bangunan menggunakan bubuk mesiu. Cara ini dianggap satu-satunya jalan untuk menciptakan jarak pemisah agar api tidak terus menjalar.
Setelah tiga hari berkobar, tepatnya pada 5 September, api mulai berhasil dilokalisasi. Meski demikian, sebagian wilayah penting seperti kompleks hukum The Temple ikut dilalap api. Ribuan warga kehilangan tempat tinggal dan harus bertahan di gubuk sementara. London kala itu berpenduduk sekitar 350 ribu jiwa, dan sebagian besar merasakan langsung dampak kehancuran tersebut.
Kebakaran yang kemudian dikenal dengan sebutan The Great Fire of London itu tercatat dalam detail harian Samuel Pepys, seorang pejabat Angkatan Laut yang menjadi saksi mata. Catatannya memperlihatkan betapa cepatnya api menguasai kota dan bagaimana warga panik berusaha menyelamatkan diri. (wrd)