TIONGKOK | Priangan.com – Ada sebuah hukuman tak lazim yang pernah diterapkan di Tiongkok. Hukuman ini memberikan rasa sakit fisik sekaligus merusak mental orang yang menjalaninya. Cangue, perangkat kayu berbentuk papan besar yang dikunci di leher terhukum, menjadi salah satu cara aparat hukum pada masa lalu menegakkan aturan secara terbuka di tengah masyarakat.
Cangue telah dikenal sejak masa dinasti awal dan bertahan hingga era Ming serta Qing. Dua papan tebal dijepitkan pada leher sehingga orang yang dihukum tidak bisa menunduk, tidur, atau bergerak leluasa. Pada bagian depannya ditempel tulisan berisi nama dan pelanggaran, membuat siapa pun yang lewat tahu apa yang telah dilakukan terhukum. Penempatannya di area pasar, pusat kota, atau depan kantor pemerintahan membuat pelanggar terus terlihat publik sepanjang durasi hukuman.
Penggunaan cangue ditujukan untuk berbagai kasus, mulai dari pencurian hingga pelanggaran moral yang dianggap meresahkan lingkungan. Catatan sejarah dan foto abad ke-19 menunjukkan orang-orang berdiri berjam-jam di bawah pengawasan petugas, sementara sebagian lain harus mengandalkan warga yang lewat untuk diberi makanan karena papan yang begitu besar membuat tangan mereka sulit bergerak.
Dampaknya tidak hanya terasa secara fisik. Berat papan yang bervariasi sesuai aturan menyebabkan tekanan pada bahu dan leher, memicu luka dan infeksi. Di sisi lain, rasa malu karena dipertontonkan di depan umum membuat hukuman ini menjadi tekanan sosial yang besar. Dalam kondisi tertentu, mereka yang tidak menerima bantuan bisa jatuh sakit atau kehilangan kesadaran karena kelelahan.
Cangue kadang muncul pula dalam praktik sosial berbentuk simbolis, seperti ritual tobat rakyat yang menggunakan papan kertas berisi pengakuan kesalahan. Namun bentuk hukuman sesungguhnya jauh lebih keras, menjadi alat untuk mengontrol perilaku masyarakat melalui rasa takut dan aib.
Seiring masuknya sistem hukum modern, penggunaan cangue perlahan dihapus pada awal abad ke-20. Kini, perangkat itu hanya tersisa dalam arsip, museum, dan catatan sejarah, menjadi bukti bagaimana suatu masyarakat di masa lampau memahami konsep hukuman, ketertiban, serta cara memberi peringatan kepada warganya. (wrd)

















