JAKARTA | Priangan.com – Ini adalah foto terakhir dari sosok Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Dia adalah satu dari sekian banyaknya tokoh yang dikaitkan dengan PKI dan kemudian dieksekusi atas tuduhan keterlibatan dalam Gerakan 30 September 1965. Letkol Untung, sapaan akrabnya, lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 3 Juli 1926. Masa kecilnya banyak dihabiskan di Jawa Tengah, termasuk Solo, setelah ia diasuh oleh pamannya. Lingkungan masa muda yang ditemuinya berada di tengah perubahan besar pada periode pendudukan Jepang dan awal revolusi kemerdekaan, yang kelak membentuk langkahnya memilih dunia militer.
Karier Untung dimulai pada masa-masa awal republik ketika ia masuk dalam pendidikan militer dan kemudian bertugas di beberapa satuan. Ia tercatat pernah terlibat dalam operasi-operasi militer pasca kemerdekaan dan pengamanan wilayah. Pengalamannya mengantarkan ia bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa, pasukan pengawal presiden, hingga menduduki posisi strategis sebagai Komandan Batalyon I. Dalam masa penugasan itu pula ia beberapa kali bersinggungan dengan perwira-perwira yang kelak memegang posisi penting dalam sejarah politik Indonesia.
Nama Untung masuk dalam arus besar sejarah ketika peristiwa 30 September 1965 pecah. Pada malam pergantian 30 September menuju 1 Oktober 1965, satuan yang berada dalam komandonya bergerak menuju rumah-rumah sejumlah perwira tinggi TNI AD. Beberapa jenderal ditangkap dan kemudian ditemukan meninggal dunia di kawasan Lubang Buaya. Aksi tersebut menjadi perhatian utama publik dan pemerintah, terlebih ketika laporan-laporan resmi menempatkan Untung sebagai komandan operasi lapangan. Peristiwa itu memicu perubahan politik nasional yang berlangsung cepat pada awal Oktober.
Setelah operasi dinyatakan gagal dan situasi berbalik, Untung melarikan diri menuju Jawa Tengah. Ia ditangkap di daerah Tegal pada 11 Oktober 1965. Penahanannya kemudian menjadi bagian dari rangkaian proses hukum yang ditangani Mahkamah Militer Luar Biasa. Persidangan berlangsung pada 1966 dan menghadirkan berbagai keterangan tentang rencana gerakan, jalannya operasi, serta posisi Untung dalam struktur komando. Dalam putusan akhir, mahkamah menyatakan Untung bersalah dan menjatuhkan hukuman mati.
Motif di balik tindakannya masih menjadi bahan bahasan panjang para sejarawan. Dalam dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan setelah peristiwa itu, aksi tersebut dikaitkan dengan upaya politik yang dipandang mengancam stabilitas negara pada masa pemerintahan Presiden Sukarno. Sementara itu, kajian lain menjelaskan bahwa dinamika internal ketentaraan, isu ancaman politik, serta kondisi nasional pada masa itu turut menimbulkan ketegangan yang membuka ruang munculnya gerakan tersebut. Perbedaan pandangan itu tetap mewarnai diskusi sejarah hingga kini.
Eksekusi terhadap Untung menutup perjalanan sosok yang pernah berada di lingkaran pasukan elite pengawal presiden. Namanya terus disebut setiap kali peristiwa 30 September dibicarakan, terutama karena posisinya yang langsung terhubung dengan tindakan yang memicu perubahan besar dalam peralihan kekuasaan negara. Riwayat hidupnya pun merupakan bagian dari bab penting sejarah Indonesia. (wrd)
















