Historia

Ironi Ras Kuda Poni; Pernah Jadi “Mesin” Angkut Batubara, Hidup dan Mati dalam Kegelapan

Potret para penambang beatubara tengah berpose bersama kuda Poni Conogon | Net

INGGRIS | Priangan.com – Sejak dulu batubara sudah dieksploitasi oleh manusia. Batuan sedimen yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terpreservasi itu banyak dimanfaatkan untuk bahan bakar. Apalagi ketika revolusi industri pada abad ke-18 dan ke-19 terjadi, tambang-tambang batubara mulai menjamur di berbagai negara.

Pada saat itu, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, mulai dipekerjakan untuk melakukan penambangan bongkahan batubara sebanyak mungkin guna memenuhi kebutuhan di setiap insdustri. Namun, hal itu berubah ketika sebuah tragedi terjadi pada tahun 1838.

Kala itu, sebuah areal pertambangan di Barnsley, Inggris Utara, terendam banjir. Korban jiwa pun tak terhindarkan. Para pekerja yang pada saat itu tengah sibuk menambang, menjadi korban bencana ini. Di antara banyaknya korban tersebut, beberapa terdiri dari anak-anak dan perempuan.

Pasca kejadian inilah, perempuan dan anak-anak dilarang untuk dipekerjakan. Sebagai gantinya, kuda poni mulai diberi peran dalam pertambangan. Mereka ditugaskan untuk mengangkut hasil tambang.

Sejak saat itu, ratusan kuda mulai bekerja di bawah tanah. Mereka bahkan tak lagi dikeluarkan dari dalam tambang. Untuk beristirahat pasca lelah bekerja pun para pekerja sudah membuatkan kandang di dalam tambang.

Tak sedikit dari kuda-kuda itu yang berkembang biak di dalam tambang. Mereka lahir, dan mati dalam kegelapan. Ini memang kejam. Tapi kebutuhan akan batubara pada saat itu, nyatanya memang berhasil menampik semua anggapan tersebut.

Setiap hari, kuda poni bekerja selama berjam-jam tanpa henti. Menarik banyak gerobak berat di tengah suasana yang gelap, penuh debu, dan pengap. Mereka betul-betul dieksploitasi sebagai “mesin” pengangkut hasil tambang.

Tubuhnya yang kecil, memungkinkannya untuk bisa melewati berbagai terowongan sempit yang tidak bisa diakses oleh alat berat pada masa itu. Sayangnya, tugas yang harus mereka pikul, seringkali melebihi batas kemampuannya sebagai makhluk hidup.

Tonton Juga :  Mepandes: Simbol Kedewasaan dan Spiritualitas dalam Tradisi Bali 

Selain harus menarik beban yang amat berat, kuda-kuda itu juga harus menghirup udara beracun dalam tambang. Tak jarang, beberapa di antara mereka terkena infeksi paru-paru. Selain itu, mereka juga tak jarang mengalami kebutaan akibat jarang terkena cahaya.

Bahkan, sebagian besar di antara kuda-kuda itu, seringkali menderita luka-luka akibat benturan lubang tambang yang sempit, atau tertimpa reruntuhan batubara. Dalam beberapa kasus, daging dan tulang mereka sampai terlihat akibat dari cedera yang mereka alami selama bekerja.

Yang lebih ironis, alih-alih mendapat perawatan yang memadai, kuda-kuda yang terluka hanya disemprotkan minyak tanah oleh para penambang, dengan harapan, bisa mengeringkan luka dengan cepat. Sayangnya hal itu hanya menambah rasa sakit bagi kuda-kuda yang terluka.

Kisah pilu kuda-kuda poni ini baru mendapat perhatian ketika memasuki abad ke-20. Pada saat itu, berbagai kampanye perlindungan hewan mulai diserukan. Para pemilik tambang pun mulai mempertimbangkan penggunaan kuda dalam pertambangan. Secara perlahan, seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan kuda sebagai pengangkut hasil tambang mulai ditinggalkan.

Kendati saat ini sudah tak ada lagi yang memanfaatkan kuda dalam pertambangan, kisah-kisah mereka tetap abadi. Kuda-kuda poni yang pernah jadi korban eksploitasi itu dianggap sebagai pahlawan. Walau sudah mati, mereka masih dianggap hidup dalam kenangan yang dikenang dengan sebutan hantu tambang. (ersuwa)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: