Inilah Sosok dr. Kariadi, Dokter Pejuang yang Gugur di Tengah Ketegangan Semarang 1945

SEMARANG | Priangan.com – Inilah sosok dr. Kariadi, seorang dokter yang dikenal berdedikasi tinggi terhadap profesinya dan rakyat Semarang. Ia lahir pada 1912 dan dikenal sebagai Kepala Laboratorium di Rumah Sakit Purusara, yang kini menjadi RSUP dr. Kariadi. Di masa-masa genting setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia tampil sebagai salah satu tokoh sipil yang berani mengambil risiko besar demi memastikan keselamatan warga kotanya.

Peristiwa yang menewaskan dr. Kariadi terjadi pada malam 14 Oktober 1945, di tengah meningkatnya ketegangan antara rakyat Semarang dan pasukan Jepang. Saat itu beredar kabar bahwa Jepang telah meracuni Reservoir Siranda, sumber utama air minum masyarakat. Kabar tersebut menimbulkan kepanikan dan kemarahan di kalangan warga. Sebagai tenaga medis, dr. Kariadi merasa perlu memastikan kebenaran isu itu secara ilmiah agar tidak menimbulkan kekacauan yang lebih besar.

Malam itu ia memutuskan berangkat enuju Reservoir Siranda untuk mengambil sampel air. Ia menolak saran istrinya, drg. Soenarti, yang memintanya menunda keberangkatan karena situasi kota tidak aman. Dengan ditemani seorang sopir dari kalangan tentara pelajar dan pengawalan Polisi Istimewa, mobil yang ditumpanginya melaju melalui Jalan Pandanaran menuju lokasi. Namun di tengah perjalanan, rombongan kecil itu dihadang pasukan Jepang. Tanpa peringatan panjang, tentara Jepang menembak ke arah mobil yang ditumpangi dr. Kariadi.

Tembakan itu mengenai dirinya dan sopir yang mengemudi. Warga sekitar sempat berusaha menolong dan membawanya ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong. Kematian dr. Kariadi terjadi hanya beberapa jam sebelum pecahnya pertempuran besar antara pemuda Semarang dan pasukan Jepang.

Berita gugurnya dr. Kariadi dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru kota. Rakyat yang sudah lama menahan amarah terhadap pendudukan Jepang tidak lagi dapat menahan diri. Kematian seorang dokter yang tengah menjalankan tugas kemanusiaan itu memicu perlawanan besar yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Lima Hari di Semarang, berlangsung sejak 15 hingga 19 Oktober 1945.

Lihat Juga :  Elisabeth Noelle-Neumann: Wanita di Balik Teori Spiral Keheningan

Kini nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama rumah sakit terbesar di Jawa Tengah. Sosoknya dikenang bukan hanya sebagai tenaga medis, tetapi juga sebagai pejuang yang menunaikan tugas dengan keberanian dan tanggung jawab, bahkan hingga mengorbankan nyawanya. Kisahnya menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan rakyat Semarang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos