PHNOM PENH | Priangan.com – Ini adalah Pol Pot. Ia dikenal sebagai salah satu diktator kejam pada masanya. Sebagai pemimpin Khmer Merah, ia bertanggung jawab atas berbagai kebijakan brutal yang menyebabkan kematian jutaan rakyat Kamboja. Kekejamannya meninggalkan luka mendalam dalam sejarah negeri itu dan menjadi salah satu bab kelam dalam catatan dunia.
Pol Pot lahir dengan nama Saloth Sâr pada tahun 1925 di sebuah desa di Kamboja. Berasal dari keluarga yang cukup berada, ia mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan yang baik, termasuk belajar di Prancis. Di sana, ia mulai tertarik pada ideologi komunis dan bergabung dengan kelompok-kelompok revolusioner. Pemikiran radikalnya semakin berkembang, hingga akhirnya ia memilih untuk kembali ke tanah air dan terlibat dalam gerakan bawah tanah.
Setelah kepulangannya ke Kamboja, Pol Pot aktif dalam Partai Komunis setempat. Karier politiknya menanjak hingga ia menjadi pemimpin Khmer Merah, kelompok yang kemudian menggulingkan pemerintahan Lon Nol dan merebut kekuasaan pada tahun 1975. Sejak saat itu, Kamboja berubah menjadi neraka bagi rakyatnya. Pol Pot menerapkan kebijakan ekstrem untuk membentuk negara agraris utopis, menghapus kota-kota, melarang uang, dan menutup sekolah serta rumah ibadah.
Rakyat dipaksa bekerja di ladang-ladang tanpa upah, dengan pengawasan ketat dan hukuman brutal bagi mereka yang dianggap tidak patuh. Siapa pun yang dicurigai sebagai musuh revolusi, termasuk kaum intelektual, pejabat, hingga warga biasa yang sekadar mengenakan kacamata atau bisa membaca, berisiko dieksekusi tanpa pengadilan. Ribuan orang dikirim ke penjara Tuol Sleng, tempat penyiksaan keji sebelum akhirnya dibunuh.
Akibat kebijakan kejam ini, sekitar 1,5 hingga 2 juta nyawa melayang dalam waktu kurang dari empat tahun, baik karena eksekusi massal, kelaparan, maupun kerja paksa yang tidak manusiawi. Ladang pembantaian yang tersebar di seluruh negeri menjadi saksi bisu kebrutalan rezimnya.
Kekuasaan Pol Pot berakhir ketika Vietnam menginvasi Kamboja pada akhir 1978. Khmer Merah tumbang, dan ia melarikan diri ke perbatasan. Meski terus bersembunyi dan tetap aktif dalam gerakan gerilya, pengaruhnya semakin melemah. Pada tahun 1997, ia ditangkap oleh rekannya sendiri dan menjalani tahanan rumah hingga kematiannya pada 1998 tanpa pernah diadili atas kejahatannya.
Warisan kekejaman Pol Pot masih membayangi Kamboja hingga saat ini. Situs-situs seperti Killing Fields dan penjara Tuol Sleng dijadikan pengingat agar tragedi serupa tidak terulang. (Ersuwa)