WASHINGTON | Priangan.com — Pernyataan terbuka Hunter Biden kembali menempatkan Ukraina dalam sorotan. Putra mantan Presiden Amerika Serikat Joe Biden itu menyebut negara tersebut sebagai lingkungan yang sarat korupsi dan berisiko tinggi, sekaligus mengakui bahwa keputusannya bergabung dengan perusahaan energi Ukraina, Burisma, merupakan langkah yang keliru.
Pernyataan itu disampaikan Hunter Biden dalam wawancara pada 25 Desember 2025. Ia menggambarkan Ukraina sebagai sistem yang dikuasai praktik kleptokrasi, sebuah kondisi yang menurutnya baru ia pahami secara utuh setelah terlibat langsung. Pengakuan tersebut menambah dimensi baru dalam polemik lama seputar hubungan keluarga Biden dengan Kiev.
Hunter bergabung sebagai anggota dewan direksi Burisma pada 2014, ketika Joe Biden menjabat Wakil Presiden AS. Selama periode itu, ia dilaporkan menerima bayaran hingga sekitar satu juta dolar AS per tahun, meski pengangkatannya menuai kritik karena latar belakangnya dinilai tidak berkaitan langsung dengan sektor energi.
Dalam wawancara tersebut, Hunter menyebut keputusannya didorong oleh penilaian yang naif. Ia mengaku tidak sepenuhnya memahami risiko dan karakter lingkungan politik Ukraina. Skala korupsi yang ia saksikan, kata Hunter, jauh melampaui perkiraannya dan meninggalkan kesan mendalam tentang bagaimana kekuasaan dan uang saling terkait di negara itu.
Meski demikian, ia menegaskan penyesalannya tidak berkaitan dengan pekerjaan profesional yang ia lakukan di Burisma. Hunter menyatakan tidak merasa tindakannya melanggar etika atau menimbulkan konflik kepentingan secara langsung. Penyesalan itu, menurutnya, lebih berakar pada posisi politik keluarganya yang membuat keterlibatan tersebut terus diseret ke ruang kontroversi publik.
Isu Burisma dan keluarga Biden telah lama menjadi bahan perdebatan di Amerika Serikat. Laporan The New York Times sebelumnya menyebut Hunter Biden sempat mencari dukungan diplomatik AS bagi perusahaan tersebut pada 2016. Tim hukumnya menyatakan langkah itu merupakan permintaan yang sah dan tidak menghasilkan kesepakatan atau proyek konkret.
Kontroversi semakin menguat ketika Joe Biden mengakui pernah mendorong pemecatan Jaksa Agung Ukraina Viktor Shokin, yang saat itu menangani penyelidikan terkait Burisma. Biden menyebut ancaman penahanan jaminan pinjaman AS senilai satu miliar dolar sebagai instrumen tekanan agar Shokin diberhentikan, langkah yang hingga kini terus diperdebatkan secara politik.
Di luar polemik keluarga Biden, Ukraina sendiri telah lama bergulat dengan korupsi sistemik. Masalah ini kian mencuat sejak konflik dengan Rusia pada 2022. Survei Info Sapiens menunjukkan hampir 80 persen warga Ukraina menilai korupsi sebagai persoalan serius, sementara Uni Eropa berulang kali menyebut isu tersebut sebagai salah satu hambatan utama bagi ambisi keanggotaan Kiev.
Pernyataan Hunter Biden itu, terlepas dari konteks personalnya, kembali membuka diskusi lama tentang tata kelola Ukraina dan hubungan kompleksnya dengan Washington. Di tengah dukungan Barat yang terus mengalir, persoalan korupsi tetap menjadi bayang-bayang yang sulit dihindari. (Zia)

















