JAKARTA | Priangan.com – Hula, tarian tradisional Hawaii, memiliki sejarah panjang yang penuh dinamika. Awalnya, tarian ini merupakan ritual sakral yang digunakan untuk menghormati dewa, kepala suku, serta menyampaikan kisah dan ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi.
Seiring waktu, hula mengalami perubahan besar. Dari tarian yang memiliki makna spiritual mendalam, hula sempat mengalami marginalisasi dan komersialisasi. Namun, pada akhirnya, tarian ini kembali dihidupkan sebagai simbol budaya Hawaii yang autentik.
Sebelum kedatangan orang Barat pada tahun 1778, hula telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Hawaii selama berabad-abad. Tarian ini diiringi oleh nyanyian yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan, seperti pola cuaca, bintang, serta pergerakan bumi dan lava.
Legenda Hawaii menceritakan banyak kisah mengenai asal-usul hula. Salah satunya berkaitan dengan Pele, dewi gunung berapi dan api. Setiap daerah di Hawaii memiliki gaya hula yang berbeda, dipengaruhi oleh kondisi alamnya.
Sebagai contoh, hula di Puna memiliki gerakan yang kuat dan berenergi, mencerminkan letusan gunung berapi. Sementara itu, hula di Kaua’i lebih lembut dan mengalun, menyerupai ombak di lautan.
Sebelum ada sistem tulisan, masyarakat Hawaii menggunakan hula untuk mewariskan sejarah dan pengetahuan mereka. Namun, pada awal abad ke-19, ketika misionaris Kristen tiba di Hawaii, hula mulai dilarang karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama.
Pertunjukan hula di depan umum dilarang. Akibatnya, banyak penari hula yang harus berlatih secara sembunyi-sembunyi. Sekolah hula atau hālau hula tetap beroperasi di desa-desa terpencil meskipun dalam kondisi yang sulit.
Banyak keluarga menari secara diam-diam di gua atau ladang tebu pada malam hari agar tidak diketahui oleh pihak berwenang. Meskipun menghadapi tantangan besar, semangat untuk menjaga hula tetap bertahan.
Kebangkitan hula dimulai pada tahun 1883 di bawah kepemimpinan Raja David Kalākaua. Ia dikenal sebagai Raja Merrie karena kecintaannya terhadap budaya Hawaii. Dalam penobatannya di Istana ʻIolani, ia kembali memperkenalkan tradisi yang sebelumnya dilarang, seperti hula, musik, dan lūʻau.
Namun, pengaruh Kristen telah mengubah bentuk hula. Nyanyian yang mengiringinya menjadi lebih melodis, menyerupai lagu rohani. Jika sebelumnya hula digunakan untuk menghormati dewa, kini tarian tersebut diarahkan untuk menghormati para raja.
Sayangnya, kebangkitan ini tidak berlangsung lama. Setelah Raja Kalākaua wafat, penerusnya, Ratu Liliʻuokalani, digulingkan oleh pengusaha Amerika pada tahun 1893. Pada tahun 1898, Hawaii diambil alih oleh Amerika Serikat.
Pada tahun 1915, Pameran Panama-Pasifik di San Francisco memperkenalkan budaya Hawaii ke masyarakat luas di daratan Amerika.
Namun, dalam prosesnya, hula mengalami perubahan besar.Hula dikemas ulang agar lebih menarik bagi wisatawan. Tarian ini mulai dipentaskan dengan kostum berbeda dari tradisi hula yang asli. Versi hula yang telah dikomersialisasi ini kemudian masuk ke dunia hiburan Hollywood, bar bertema tiki, dan pertunjukan vaudeville.
Pada tahun 1920-an, wisata ke Hawaii semakin populer. Ribuan pelancong dari Amerika berkunjung ke Honolulu. Hotel-hotel mewah mulai berdiri di Pantai Waikīkī, dan pertunjukan hula menjadi daya tarik utama.
Salah satu pertunjukan yang terkenal adalah Kodak Hula Show, yang dimulai pada tahun 1937. Pertunjukan ini memang membuat hula semakin dikenal, tetapi di sisi lain, hula mulai dianggap hanya sebagai tarian eksotis yang berfungsi sebagai hiburan belaka.
Persepsi masyarakat terhadap hula pun berubah. Tarian ini dipandang hanya sebagai tontonan, bukan lagi sebagai ekspresi budaya yang sakral.
Kini, banyak organisasi budaya di Hawaii yang berupaya mengembalikan hula ke bentuk aslinya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan hula semakin meningkat.
Para guru hula berusaha mengajarkan kembali makna mendalam di balik setiap gerakan dan nyanyian. Mereka ingin menegaskan bahwa hula bukan sekadar hiburan bagi wisatawan, tetapi juga merupakan bahasa tubuh yang mencerminkan sejarah, kepercayaan, dan identitas orang Hawaii.
Hula adalah warisan budaya yang terus berkembang. Tarian ini membawa kisah-kisah leluhur ke masa kini. Melestarikannya bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga mempertahankan jati diri suatu bangsa.
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, semakin banyak orang yang ingin memahami makna asli dari setiap gerakan hula. Semangat untuk menjaga warisan ini terus tumbuh, memastikan bahwa hula tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang. (Lsa)