JAKARTA | Priangan.com – Inilah sosok Hoegeng Imam Santoso. Ia bukan pahlawan, tapi namanya terus dikenang sampai sekarang. Hoegeng dikenal sebagai sosok polisi yang teguh pada prinsip kejujuran dan tidak tergoda oleh kekuasaan. Integritasnya membuat banyak orang menaruh hormat, bahkan jauh setelah ia meninggalkan jabatannya.
Lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 14 Oktober 1921, Hoegeng merupakan putra dari Soekario Kario Hatmodjo dan Oemi Kalsoem. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan keluarga sederhana yang menanamkan nilai kejujuran dan kerja keras. Pendidikan dasarnya ditempuh di HIS Pekalongan, lalu dilanjutkan ke MULO dan AMS di Yogyakarta. Ia kemudian belajar hukum di Batavia pada awal 1940-an, meski pendidikannya sempat terhenti akibat pendudukan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, Hoegeng bergabung dengan kepolisian dan meniti karier di berbagai wilayah. Ia pernah menjabat Kepala Reserse Kriminal di Sumatera Utara, Kepala Dinas Kepolisian di Jawa Timur, hingga Direktur Imigrasi. Kariernya terus menanjak hingga akhirnya diangkat menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia pada 5 Mei 1968. Ia menjabat hingga tahun 1971, dalam masa yang penuh tantangan bagi institusi kepolisian dan negara.
Sebagai pemimpin, Hoegeng dikenal disiplin dan berani mengambil keputusan. Ia menolak segala bentuk hadiah, fasilitas, atau kemewahan yang bisa menimbulkan konflik kepentingan. Dalam beberapa kisah yang masih sering diceritakan, Hoegeng pernah meminta istrinya menutup usaha toko bunga karena khawatir dianggap memanfaatkan jabatan suaminya untuk keuntungan pribadi. Sikap itu menunjukkan komitmennya untuk menjaga nama baik lembaga yang ia pimpin.
Kejujurannya membuat Hoegeng dihormati oleh banyak kalangan. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahkan pernah menyebutnya sebagai satu-satunya polisi jujur di Indonesia. Julukan itu bukan sekadar penghargaan, melainkan pengakuan terhadap keteladanan yang langka. Dalam setiap jabatan yang diembannya, Hoegeng berusaha menjadikan kepolisian sebagai pelindung masyarakat, bukan alat kekuasaan.
Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004 di Jakarta pada usia 82 tahun. Kepergiannya meninggalkan warisan moral bagi generasi penegak hukum berikutnya. Meski tak pernah diangkat sebagai pahlawan nasional, nama Hoegeng tetap hidup dalam ingatan publik sebagai simbol polisi yang bersih, sederhana, dan berani menjaga integritas di tengah godaan kekuasaan. (wrd)

















