JAKARTA | Priangan.com – Ini adalah sosok Pierre Andries Tendean. Ia merupakan ajudan Jenderal Besar TNI, Abdul Haris Nasution. Piere, sapaan akrabnya, dinobatkan sebagai pahlawan revolusi atas keberanian dirinya yang rela menjadi salah satu korban G30SPKI, menggantikan Jenderal Nasution yang merupakan target utama gerakan tersebut.
Terlepas dari kisah heroiknya pada malam jahannam itu, sosok Pierre ternyata menyimpan cerita lain yang tak kalah mengharukan. Sebuah kisah tentang perjalanan asmara dirinya. Semasa hidup, Pierre menaruh hati kepada seorang wanita cantik bernama Rukmini. Lengkapnya, Rukmini Chaimin.
Pertemuan pertama mereka terjadi di Medan, sekitar tahun 1961. Pada saat itu, Pierre yang ditugaskan di Batalyon Zeni, Kodam II/Bukit Barisan, terpesona oleh kecantikan dan kesederhanaan Rukmini. Putri keluarga Chaimin ini pun menyambut Pierre dengan perasaan yang sama. Kendati begitu, ada keraguan di antara keduanya untuk menjalin hubungan asmara yang lebih dalam, itu karena Pierre dengan Rukmini punya keyakinan berbeda soal agama.
Sekitar pertengahan tahun 1963, Pierre melanjutkan pendidikannya di Intelijen. Tuntutan itu mengharuskannya meninggalkan Medan dan tinggal di Bogor. Hubungannya dengan Rukmini pun dilakukan dengan cara berkirim surat. Setelah menyelesaikan pendidikan, Pierre kemudian ditarik ke Jakarta dan mulai menjalani tugas sebagai ajudan Jenderal Nasution.
Sesekali, jika sedang cuti, Pierre selalu mengunjungi Rukmini di Medan. Misalnya saat Rukmini berulang tahun yang ke-17. Ia sengaja datang untuk ikut merayakannya. Berbagai momen kedekatan inilah yang membuat keduanya merasa semakin hanyut dalam asmara.
Ketika mereka berdua mulai berkomitmen untuk serius, hubungannya sempat terkendala oleh orang tua Pierre. Lagi-lagi urusan keyakinan agama jadi soal. Namun, itu tak berselang lama. Pierre bisa meyakinkan kedua orang tuanya. Ia pun bersedia menerima syarat dari Rukmini yang ingin punya suami seorang muslim. Maka dari itu, Pierre menyatakan siap untuk jadi mualaf.
Masing-masing keluarga mereka mulai dipertemukan pada awal tahun 1965 di Yogyakarta. Sampai pada bulan Juli 1965, Pierre ditugaskan untuk mengawal Jenderal Nasution ke Medan. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu untuk bertemu kembali dengan Rukmini.
Namun, pertemuan kali ini ia punya niat lebih. Pierre memutuskan untuk melamar Rukmini. Setelah lamarannya diterima, Pierre dan Rukmini dijadwalkan bakal melangsungkan pernikahan pada 21 November 1965. Namun, takdir punya rencana lain.
Tepat pada malam 30 September 1965, Pierre terpaksa harus menghadapi kekejaman yang mengubah nasibnya selamanya. Pasukan Tjakrabirawa menyerbu rumah Jenderal Nasution yang berada di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Pierre, yang menyamar sebagai Jenderal Nasution untuk melindungi sang jenderal, berhasil menipu pasukan tersebut. Namun, upayanya ini ternyata membawa dirinya pada gerbang kematian. Ia diculik, disiksa, lalu dieksekusi di Lubang Buaya. Jasadnya kemudian dibuang ke dalam sebuah lubang bekas sumur yang ada di kawasan itu bersama jasad enam jenderal lainnya.
Kematian Pierre ini tentu saja membuat Rumini merasa sangat terpukul. Ia tak menyangka kalau lelaki pujaan hatinya yang akan menjadi suaminya itu tewas dua bulan sebelum hari pernikahan. Kesedihan itu berlarut-larut. Hingga enam tahun berikutnya, Rukmini masih belum bisa melupakan sosok Pierre. Ia enggan menerima lelaki lain walau pada saat itu ada banyak yang menyukainya.
Kendati demikian, tepat pada tahun 1972, Rukmini akhirnya bisa mengikhlaskan sosok pria blasteran Manado-Prancis itu dan menikah dengan lelaki lain yang merupakan seorang pegawai bank. Dari pernikahannya itu ia dikaruniai tiga orang anak. Rukmini, tercatat meninggal pada tahun 2019 lalu di usianya yang ke-72 tahun. (ldy)