JAKARTA | Priangan.com – Tanggal 23 Agustus menjadi salah satu tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, bila waktu diputar ke tahun 1945, tepat enam hari setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Soekarno untuk pertama kalinya menyampaikan pidato resmi melalui siaran radio. Momen itu tidak hanya menandai lahirnya komunikasi politik republik yang baru berdiri, melainkan juga menjadi tonggak penting dalam meneguhkan arah perjuangan bangsa yang masih berada dalam situasi genting.
Saat itu, keadaan tanah air masih dipenuhi ketidakpastian. Jepang yang kalah perang belum sepenuhnya meninggalkan Indonesia, sementara pasukan Sekutu yang diberi mandat melucuti tentara Jepang belum tiba. Dalam kekosongan tersebut, pemerintah Indonesia yang baru lahir harus segera bergerak agar proklamasi tidak berhenti sebagai pernyataan simbolik, melainkan disertai langkah nyata untuk menjaga kedaulatan. Radio dipilih sebagai sarana penyampaian pesan karena mampu menjangkau rakyat di berbagai daerah dengan cepat.
Dalam pidatonya, Soekarno menyerukan persatuan seluruh rakyat. Ia meminta masyarakat tetap tenang, tidak terprovokasi oleh kabar menyesatkan, dan mendukung pemerintah yang baru dibentuk. Menurutnya, perjuangan bangsa belum selesai. Jika sebelumnya rakyat mengangkat senjata melawan penjajah, maka setelah proklamasi perjuangan harus diarahkan pada upaya membangun pemerintahan, menjaga ketertiban, dan mempertahankan kedaulatan negara.
Pidato itu juga menegaskan pentingnya wadah pertahanan yang terorganisir. Soekarno mengajak para pemuda serta eks anggota Peta, Heiho, dan Kaigun untuk bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang baru saja dibentuk. Dari seruan ini lahir cikal bakal kekuatan militer Indonesia, yang kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Selain menyerukan persatuan, Bung Karno juga mengingatkan bahaya perpecahan akibat kabar bohong dan provokasi. Ia menekankan bahwa ancaman bagi bangsa tidak hanya datang dari luar, melainkan juga dari dalam negeri apabila persatuan tidak dijaga. Dengan demikian, pidato tersebut berfungsi ganda, sebagai pengobar semangat sekaligus pedoman politik untuk menjaga stabilitas nasional di hari-hari pertama kemerdekaan.
Siaran radio pada 23 Agustus 1945 menjadi awal suara Presiden terdengar langsung oleh rakyatnya. Meski sejarah mencatat pidato resmi pertama ke dunia internasional melalui “Voice of Free Indonesia” pada 25 Agustus, peristiwa tanggal 23 tetap dikenang sebagai momentum awal komunikasi politik republik yang baru lahir. Dari corong radio yang sebelumnya digunakan Jepang untuk propaganda perang, kini suara kemerdekaan menggema ke seluruh pelosok negeri.
Pidato perdana Soekarno itu menegaskan bahwa proklamasi bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan panjang. Dengan suara yang disiarkan melalui gelombang radio, rakyat diyakinkan bahwa mereka memiliki pemimpin, arah, serta tekad bersama untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan. (wrd)