TASIKMALAYA | Priangan.com – Ribuan guru dan tenaga kependidikan honorer di Kabupaten Tasikmalaya kompak menghentikan aktivitas mengajar sejak Rabu (13/8/2025). Aksi mogok massal ini merupakan bentuk protes terhadap surat edaran Bupati Tasikmalaya yang dinilai merugikan dan tidak berpihak pada para tenaga honorer.
Dalam edaran tersebut, para honorer diminta menandatangani pernyataan bersedia diangkat menjadi PPPK paruh waktu dengan upah setara honorer, tanpa hak menuntut keseragaman gaji maupun peningkatan status menjadi ASN atau PPPK penuh. Bagi banyak tenaga honorer yang sudah mengabdi belasan tahun dengan gaji minim, kebijakan ini dianggap sebagai pukulan telak.
“Kami seluruh guru dan tenaga pendidikan honorer di Kabupaten Tasikmalaya mogok massal sekarang. Kami gak ngajar, ini bentuk sikap kami terhadap edaran pemerintah yang jelas-jelas merugikan,” kata Wakil Koordinator Forum Honorer Guru dan Tenaga Kependidikan (FHGTK) Kecamatan Cikatomas, Asep Helmi, Rabu siang.
Asep menilai, kebijakan ini tidak memberikan kepastian karier maupun peningkatan kesejahteraan. “Kalau masalah honor, jauh dari harapan, apalagi kejelasan karir. Walau diberi SK paruh waktu, kalau upahnya tetap sama seperti honorer dan tidak ada peluang jadi ASN atau PPPK penuh, buat apa?” tegasnya.
Ketua FHGTK Kabupaten Tasikmalaya, Aris Yulianto, menyebut aksi mogok ini adalah respon langsung terhadap isi surat pernyataan tersebut.
“FHGTK menolak klausul yang mewajibkan seluruh Non-ASN menandatangani dokumen itu. Kami menilai ini merugikan dan tidak berpihak pada tenaga honorer,” ujarnya.
Aris menegaskan seluruh anggotanya diinstruksikan menghentikan kegiatan mengajar sesuai jadwal mogok, menyampaikan aspirasi dengan santun dan tertib, serta menghindari tindakan provokatif.
Asep menambahkan, para PPPK paruh waktu berharap gaji minimal setara UMK atau angka yang dianggap layak. Ia mencontohkan, meski sudah mengabdi hingga 18 tahun, dirinya hanya menerima Rp100–150 ribu per bulan. “Bagaimana mau hidup layak? Ini jelas tidak adil,” keluhnya.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Andi Supriyadi, mengaku prihatin dengan aksi mogok tersebut. Ia menuturkan, saat reses, dirinya melihat langsung banyak siswa tidak belajar karena guru mereka ikut aksi.
“Kami mengajak pemerintah daerah dan perwakilan PPPK paruh waktu duduk bersama mencari solusi yang adil. Selama ini pemerintah, terutama BKPSDM, terkesan hanya meredam masalah dengan janji pengangkatan tanpa memperjuangkan kesejahteraan,” kata Andi.
Meski mengakui kondisi anggaran daerah sedang defisit, Andi yakin ada peluang untuk mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan honorer. Ia juga mendesak Bupati Tasikmalaya merespons aspirasi guru secara terbuka.
“Jangan sampai ada surat pernyataan yang memaksa PPPK paruh waktu menandatangani janji pengangkatan tapi melarang menuntut gaji. Ini tidak berkeadilan. Tenaganya dipakai, tapi kesejahteraannya diabaikan,” tegasnya. (yna)