Historia

Goose Pulling: Tradisi Kompetisi Unik yang Bertahan Melawan Zaman

Goose Pulling di Virginia Barat pada abad ke-19 oleh Frederic Remington. | Wikimedia Commons.

AMSTERDAM | Priangan.com – Setiap budaya memiliki tradisi unik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Beberapa bertahan sebagaimana aslinya, namun ada juga yang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ada tradisi yang dianggap sebagai hiburan, ada pula yang menimbulkan perdebatan karena dianggap kontroversial.

Salah satu tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad dan masih bertahan hingga kini adalah menarik angsa, atau dikenal sebagai “goose pulling”. Praktik ini berasal dari abad ke-17 dan pernah populer di berbagai wilayah seperti Belanda, Belgia, Inggris, dan Amerika Utara. Tradisi ini pertama kali berkembang di Amsterdam, terutama di kalangan petani.

Namun, pertandingan ini sering kali berakhir dengan kericuhan antara peserta yang menang dan yang kalah. Orang-orang Belanda yang bermigrasi ke Amerika Utara kemudian membawa tradisi ini ke sana, di mana ia berkembang sebagai salah satu bentuk hiburan yang digemari masyarakat setempat.

Menarik angsa adalah sebuah permainan di mana seekor angsa digantung terbalik dengan kakinya pada sebuah tiang atau tali yang direntangkan melintasi jalan. Jika tidak tersedia angsa, beberapa daerah bahkan menggantinya dengan kelinci. Para peserta, yang menunggang kuda dengan kecepatan tinggi, berusaha mencengkeram leher angsa dan menarik kepalanya hingga terlepas. Pemenangnya dinobatkan sebagai juara dan menjadi pusat perhatian dalam perayaan hari itu.

Pada masa lalu, tradisi ini menggunakan angsa hidup. Untuk menambah tantangan, leher angsa dilumuri minyak agar licin dan sulit digenggam. Burung yang terus mengepakkan sayapnya semakin menyulitkan peserta dalam menyelesaikan tugasnya. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, seorang pria dengan cambuk panjang ditempatkan di dekat lintasan untuk mengganggu kuda yang lewat.

Di Amerika Serikat, praktik ini berkembang terutama di wilayah Virginia Barat pada abad ke-19. Hadiah yang diberikan kepada pemenang biasanya berupa burung yang sudah mati, sumbangan dari penonton, atau sekadar minuman.

Tonton Juga :  Heiho, Organisasi Militer Bentukan Jepang yang Jadi Cikal Bakal TNI

Daya tarik utama bagi penonton adalah kesempatan untuk bertaruh pada peserta, baik dengan uang maupun minuman beralkohol. Meski kekejaman terhadap hewan cukup lazim saat itu, menarik angsa sering dianggap sebagai hiburan kasar dan dibandingkan dengan adu banteng.

Seiring waktu, praktik ini mulai menghilang, terutama di Amerika Serikat setelah Perang Saudara, meskipun masih sesekali dilakukan di bagian selatan hingga akhir tahun 1870-an.

Sementara itu, di Eropa, terutama di Belanda, Belgia, dan Jerman, tradisi ini masih bertahan sebagai bagian dari perayaan Shrove Tuesday dan Shrove Monday. Di Belanda, tradisi ini dikenal dengan sebutan “Ganstrekken”, di Belgia disebut “Gansrijden”, dan di Jerman dinamakan “Gänsereiten”.

Namun, penggunaan angsa hidup telah dilarang sejak tahun 1920-an. Saat ini, angsa yang digunakan sudah mati dan telah dibunuh secara manusiawi oleh dokter hewan. Meskipun demikian, praktik ini tetap menimbulkan kontroversi.

Pada tahun 2008, Partai Belanda untuk Hewan (PvdD) mengusulkan larangan terhadap kegiatan ini. Namun, para penyelenggara menolak dengan alasan bahwa angsa yang digunakan sudah mati dan tidak ada unsur kekejaman terhadap hewan.

Di Belgia, tradisi menarik angsa juga dilengkapi dengan serangkaian adat istiadat yang unik. Peserta yang berhasil menarik kepala angsa akan dimahkotai sebagai “raja” selama satu tahun. Gelar ini membawa kehormatan besar, di mana sang raja akan mengenakan mahkota dan jubah.

Dan pada akhir masa jabatannya, ia harus mengadakan jamuan bagi “rakyatnya”, yang biasanya berupa pesta minuman, cerutu, serta hidangan seperti puding roti atau sosis. Perayaan ini berlangsung di rumahnya atau di pub setempat. Para raja dari tahun-tahun sebelumnya juga bersaing untuk mendapatkan gelar “kaisar”. Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang perlombaan, tetapi juga simbol status sosial dalam komunitasnya.

Tonton Juga :  Harmoni Dua Dunia: Menggali Sejarah Gambang Kromong dan Wayang Potehi di Nusantara

Meskipun praktik menarik angsa telah beradaptasi dengan norma-norma modern dan menghindari kekejaman terhadap hewan, tradisi ini tetap menjadi bagian dari perayaan budaya yang unik di beberapa wilayah Eropa.

Bagi penduduk setempat, ini bukan sekadar ajang kompetisi, tetapi juga momen penting untuk memperkuat ikatan komunitas dan melestarikan warisan leluhur yang telah berlangsung selama berabad-abad. (LSA)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: