Gonjang-Ganjing Roma, Kota Abadi yang Diperebutkan Banyak Kaisar  

ROMA | Priangan.com – Kekaisaran Romawi Barat dulu adalah sebuah kekuatan besar. Kekaisaran ini sudah ada sejak abad pertama sebelum Masehi dan menjadi kekaisaran yang menguasai sebagian besar wilayah Eropa, Afrika Utara, serta Timur Tengah.

Namun, tepat pada tahun 476 Masehi, struktur politik dan militer kekaisaran ini runtuh ketika Romulus Augustulus, kaisar terakhirnya, dipaksa turun takhta oleh Odoacer yang pada saat itu menjabat sebagai panglima perang Jermanik.

Sejak keruntuhan itulah, Roma tidak lagi jadi pusat pemerintahan kekaisaran meski keberadaannya sebagai kota masih tetap bertahan. Kota yang konon disebut-sebut sebagai Kota Abadi dan menjadi jantung peradaban Romawi itu perlahan berubah menjadi wilayah yang diperebutkan oleh berbagai kekuatan baru.

Tercatat, dalam kurun waktu satu abad, setelah kejatuhan kekaisaran barat, Roma menjadi medan konflik besar dan menjadi saksi bisu dari berbagai invasi yang meluluhlantakkan dan memakan banyak korban jiwa. Penduduknya menurun secara drastis.

Kendali atas kota kerap berpindah-pindah. Setelah berhasil mengkudeta Romulus, Odoacer memerintah Italia tanpa menyebut dirinya sebagai kaisar. Ia justu mengirimkan simbol kekuasaan kekaisaran ke Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Romawi Timur. Namun, kekuasaannya itu tidak bertahan lama.

Pada abad ke lima, Theodoric yang merupakan seorang pemimpin Ostrogoth, berhasil mengalahkan Odoacer dan menguasai sebagian besar wilayah Italia, termasuk Roma.

Di bawah kekuasaannya, Roma sempat mengalami stabilitas. Ia dikenal  karena selalu memperhatikan kondisi kota dan masyarakat. Kekuasaannya mencakup banyak perbaikan infrastruktur, penyelenggaraan hiburan umum, serta distribusi pangan bersubsidi.

Meskipun berlatar belakang budaya Goth, Theodoric tidak mengabaikan warisan Romawi dan justru malah berupaya mempertahankan tatanan lama sejauh mungkin.

Kendati relatif damai secara eksternal, ketegangan internal terus bergejolak. Persaingan dalam pemilihan paus sempat menciptakan kekacauan di Roma. Kala itu, salah satu peristiwa besar bahkan terjadi.

Lihat Juga :  Nüshu: Aksara Rahasia di Balik Diamnya Perempuan Tiongkok

Tepat pada tahun 498, muncul dua kelompok berbeda yang mengangkat paus masing-masing hingga memicu kerusuhan. Theodoric pun akhirnya turun tangan untuk meredakan situasi, meski ia awalnya enggan terlibat dalam urusan gerejawi.

Konflik agama juga menambah ketegangan sosial. Sentimen antisemit yang mengakar di kalangan penduduk Roma mengakibatkan serangkaian kerusuhan terhadap komunitas Yahudi, yang telah lama tinggal di kota itu. Ketegangan antara kelompok Kristen dan Yahudi memuncak dalam beberapa dekade setelah runtuhnya kekaisaran barat.

Kondisi kota kembali memburuk setelah kematian Theodoric. Kaisar Bizantium, Justinian I, melancarkan serangan ke Italia pada tahun 535 guna merebut kembali wilayah barat kekaisaran. Roma menjadi salah satu kota yang paling terdampak dalam kampanye tersebut.

Lihat Juga :  Kiprah Tjipto Mangoenkoesoemo, Si Dokter Revolusi dan Arsitek Kemerdekaan Indonesia

Selama hampir dua dekade, kota ini beberapa kali berpindah tangan antara Bizantium dan Ostrogoth. Pertempuran yang berlangsung berulang-ulang membuat kota makin rusak dan nyaris kosong dari penduduk.

Tercatat, pada suatu masa, Roma benar-benar konon ditinggalkan selama beberapa minggu akibat kondisi yang tidak layak huni. Walau laporan tersebut diragukan sebagian sejarawan, data arkeologis menunjukkan populasi kota menyusut tajam hingga hanya menyisakan sebagian kecil dari jumlah sebelumnya. Dari puncaknya yang mencapai satu juta jiwa pada abad keempat, jumlah penduduk Roma anjlok drastis dalam rentang seratus tahun berikutnya.

Setelah Roma kembali di bawah kekuasaan Bizantium pada tahun 554, ketenangan tidak bertahan lama. Pada 568, bangsa Lombardia kemudian menyerbu Italia dan berhasil merebut banyak wilayah, meskipun mereka gagal menguasai Roma. Kota ini tetap bertahan sebagai bagian dari kekuasaan Bizantium, sekaligus menjadi pusat kekuatan Gereja Katolik yang semakin tumbuh pengaruhnya.

Penurunan populasi dan kerusakan kota tidak hanya disebabkan perang. Bencana alam, kelaparan, perubahan iklim, dan wabah penyakit turut memperburuk kondisi. Beberapa tokoh agama pada masa itu bahkan meyakini bahwa dunia sedang menuju akhir zaman. Paus Gregorius I, yang menjabat pada akhir abad keenam, menjadi salah satu pemimpin gereja yang menguatkan keyakinan ini di tengah krisis berkepanjangan.

Lihat Juga :  Kembalinya PNI Pasca Kemerdekaan

Meski pernah nyaris ditinggalkan, Roma tidak lenyap. Keberadaan Paus dan struktur gereja menjadikan kota ini tetap hidup di tengah kemunduran politik dan ekonomi. Seiring berjalannya waktu, Roma bertransformasi menjadi pusat spiritual yang lebih besar dari sebelumnya dan peran religius inilah yang menjaga eksistensinya selama masa-masa sulit. Hari ini, kota itu berdiri sebagai salah satu kota tertua di dunia yang terus dihuni. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos