LONDON | Priangan.com – Keinginan Prancis untuk memperluas payung nuklirnya kepada negara-negara anggota Uni Eropa menuai pertentangan, terutama dari Inggris. Dalam konferensi pers pada Sabtu, 15 Maret 2025, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menentang gagasan tersebut dan menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengusulkan perluasan perlindungan nuklir Prancis bagi negara-negara Uni Eropa, terutama setelah Amerika Serikat menarik pasukannya dari Eropa. Dalam pidatonya di televisi, Macron menyebut Rusia sebagai “ancaman bagi Prancis dan Eropa,” yang menjadi alasan utama di balik gagasan tersebut.
Saat ini, di Eropa Barat, hanya Inggris dan Prancis yang memiliki senjata nuklir. Inggris menentang keras rencana tersebut karena dianggap dapat mengganggu stabilitas keamanan internasional. “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mencegah peningkatan ketersediaan senjata nuklir,” tegas Starmer dalam konferensi pers pada Sabtu.
Menanggapi gagasan Macron, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga menyampaikan keberatan dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap Moskow. Ia menegaskan bahwa Rusia siap berdiskusi mengenai kesiapan Eropa dalam menggunakan senjata nuklir terhadap Rusia.
Sementara itu, dalam wawancara dengan Financial Times pada Kamis, Presiden Polandia Andrzej Duda meminta AS untuk memindahkan sebagian senjata nuklirnya ke Polandia sebagai bagian dari skema pembagian nuklir NATO. Namun, Wakil Presiden AS J.D. Vance menyatakan bahwa Donald Trump tidak setuju dengan langkah tersebut dan mengaku akan “terkejut” jika Trump berubah pikiran.
Gagasan Prancis untuk memperluas perlindungan nuklirnya menimbulkan kekhawatiran di Eropa, terutama di Inggris, yang melihatnya sebagai ancaman terhadap stabilitas keamanan internasional. Hal ini mendorong Inggris dan berbagai pihak global untuk menentang rencana tersebut. (Zia)