TASIKMALAYA | Priangan.com – Wacana baru mencuat di lingkup pendidikan Kota Tasikmalaya. Pemerintah kota tengah menggodok rencana penanaman pendidikan karakter berbasis kedisiplinan militer bagi pelajar dengan perilaku menyimpang.
Program ini muncul sebagai respon atas surat edaran Gubernur Jawa Barat, yang memuat larangan study tour, pelarangan wisuda berlebihan, hingga opsi pendidikan barak bagi siswa bermasalah.
Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Diky Candra, menyebutkan bahwa pihaknya telah menyusun surat edaran yang kini sedang dikaji oleh dinas terkait. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Gubernur Jabar yang dikirimkan sepekan lalu, sebagai bagian dari gerakan pendidikan “Gapura Panca Warga.”
“Kita tidak mau gegabah. Jadi kami duduk bersama, rapatkan barisan, dan menyusun rencana teknis. Salah satunya kemungkinan kerjasama dengan TNI—baik dari Lanud, Kodim, hingga Brigif,” ujar Diky usai rapat terbatas, Jumat (9/5/2025).
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Tedi Setiadi, menyatakan bahwa surat edaran tersebut memang mengandung tiga fokus utama: pelarangan study tour, pelaksanaan wisuda sederhana, dan penanganan perilaku siswa bermasalah lewat pendekatan disiplin ala militer.
“Larangan study tour sudah disampaikan ke semua satuan pendidikan. Sementara wisuda cukup dilakukan di lingkungan sekolah, tanpa kemewahan berlebihan. Untuk program barak, ini yang masih kita telaah lebih dalam,” jelas Tedi, yang juga menjabat sebagai Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan.
Tedi menambahkan, rencana tersebut bukan untuk menghukum siswa, melainkan untuk membentuk karakter dan kedisiplinan. Namun ia menekankan pentingnya pendekatan hati-hati, mengingat dampak psikologis terhadap anak-anak yang masih dalam masa tumbuh kembang.
“Kita masih dalam tahap penjajakan, belum ada data pasti jumlah siswa yang akan mengikuti. Semua akan dibahas bersama pihak Kodim dan dinas terkait, termasuk mempertimbangkan apakah program ini relevan untuk SMP atau justru lebih tepat untuk jenjang SMA/SMK,” tegasnya.
Meski belum final, wacana ini memicu perhatian publik, terutama karena melibatkan konsep pendidikan dalam lingkungan barak militer—sesuatu yang belum pernah diterapkan secara luas di kota ini.
“Intinya kita ingin anak-anak yang sempat terlibat hal-hal negatif seperti tawuran bisa mendapatkan pembinaan yang membentuk karakter, bukan sekadar diberi sanksi,” tutup Tedi.
Pemkot Tasikmalaya memastikan, seluruh proses kajian akan melibatkan banyak pihak, termasuk psikolog pendidikan, agar keputusan yang diambil benar-benar membawa manfaat tanpa menimbulkan tekanan berlebihan pada peserta didik. (yna)