TASIKMALAYA | Priangan.com — Ketua Forum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Jawa Barat, Ato Rinanto, menyatakan dukungannya terhadap program barak militer yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai upaya menanggulangi maraknya kenakalan remaja.
Menurut Ato, fenomena kenakalan anak saat ini sudah jauh melampaui kecepatan logika hukum maupun logika orang tua.
“Kami menyambut baik program Bapak Gubernur. Sampai hari ini, belum ada satu pun pihak yang mampu memberikan terobosan yang efektif dalam menangani kenakalan anak yang makin kompleks,” ujar Ato dalam pernyataan resminya dalam podcast Priangan.com, Selasa (13/5/2025).
Ia mengungkapkan bahwa tingkat kenakalan anak saat ini tidak lagi sebatas tawuran atau perkelahian di jalan. Fenomena seperti seks bebas, kecanduan gawai, hingga perilaku menyimpang yang tersembunyi seperti “LGBT digital”, kini menjadi persoalan serius yang sulit ditangkal karena sifatnya yang masif dan tersembunyi.
“Kalau mau diperingkatkan, berantem di jalan itu mungkin baru peringkat empat. Peringkat satu? Seks bebas sudah kuat di mana-mana, lalu kecanduan gadget, dan kenakalan tersembunyi lainnya. Ini semua terjadi dan belum ada solusi konkret,” jelasnya.
Ato juga menyoroti dampak pandemi COVID-19 yang menurutnya memperparah ketergantungan anak pada gawai, yang berdampak pada penurunan minat terhadap pendidikan berbasis disiplin tinggi seperti di pondok pesantren.
“Pasca-COVID, banyak anak sulit lepas dari gadget. Ketika pesantren melarang, anak dan orang tua pun jadi dilema,” tambahnya.
Terkait polemik publik soal pendekatan barak militer, Ato meminta agar niat baik ini tidak dilihat secara sepotong-sepotong. Ia menekankan pentingnya pelibatan berbagai pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan program, mulai dari aktivis perlindungan anak, psikolog, hingga tokoh pendidikan.
“Ini bukan cuma urusan gubernur, bupati, atau KPAI. Ini urusan kita bersama. Maka dari itu, program ini harus dibarengi dengan niat yang baik dan pelibatan semua stakeholder,” tutupnya.
Program barak militer yang digagas Pemprov Jabar rencananya akan diterapkan sebagai alternatif pembinaan terhadap pelajar yang terlibat tindakan pelanggaran berat di sekolah, seperti tawuran, perundungan, hingga penyalahgunaan teknologi digital.
Meski menuai kontroversi di kalangan masyarakat, sebagian pihak menilai pendekatan ini perlu dicoba sebagai bentuk penanganan serius terhadap krisis moral remaja saat ini. (yna)