TASIKMALAYA | Priangan.com — Isu mengenai aktivitas tambang emas di Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya, mulai ramai diperbincangkan. Warga menduga adanya kegiatan penambangan di wilayah yang dulunya sempat menjadi area eksplorasi perusahaan swasta.
Menanggapi kabar tersebut, Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah VI Tasikmalaya menyatakan akan segera turun ke lapangan untuk memastikan kebenarannya.
“Kami sudah menerima informasi dari masyarakat dan akan menindaklanjutinya dengan survei lapangan. Tujuannya untuk memastikan apakah memang ada aktivitas tambang atau hanya survei potensi,” ujar Pepen Ucu Atila, Penyelidik Bumi Ahli Muda ESDM Wilayah VI, saat ditemui di kantornya, Senin (6/10/2025).
Menurut Pepen, berdasarkan catatan lama, izin eksplorasi tambang di Salopa memang pernah terbit sekitar tahun 2003 atas nama Nani Mulder, dengan luas area mencapai 35,5 hektare. Namun izin itu kemudian berpindah ke PT Bumi Karindo sekitar tahun 2015.
“Setelah 2014, kewenangan perizinan tambang logam berpindah ke pemerintah pusat. Jadi kami tidak bisa memastikan apakah izin itu masih berlaku atau sudah kadaluarsa. Informasi detailnya harus dicek ke Kementerian ESDM,” ujarnya.
Ia menambahkan, dari data yang sempat diperoleh, pemegang saham PT Bumi Karindo sudah tidak lagi sama seperti saat izin awal terbit. “Kabarnya perusahaan itu kemudian dipegang oleh pihak Cipaganti, tapi belum ada dokumen resmi yang kami terima,” katanya.
Pepen menyebutkan, potensi emas di Kabupaten Tasikmalaya memang cukup besar dan tersebar di beberapa wilayah seperti Karangjaya, Cineam, dan Salopa. Karena bernilai ekonomi tinggi, wilayah-wilayah tersebut kerap menarik minat pihak tertentu untuk melakukan penambangan tanpa izin.
“Memang ada potensi ekonomi besar, tapi semua harus melalui mekanisme resmi. Aktivitas tambang yang belum berizin wajib dihentikan,” tegasnya.
ESDM, lanjutnya, akan memeriksa status lahan dan pihak yang diduga mengelola area tersebut. Bila ditemukan indikasi kegiatan tambang rakyat, pemerintah akan mempertimbangkan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) — seperti yang sudah ada di Cineam dan sebagian Salopa.
“Kalau potensi emasnya memungkinkan dan masyarakat siap mengelola secara legal, bisa saja kita usulkan WPR baru. Tapi prosesnya panjang, bisa sampai enam bulan, karena harus menunggu persetujuan Kementerian,” jelas Pepen.
Ia juga mengingatkan bahwa tambang rakyat memiliki batasan teknis yang ketat, termasuk larangan penggunaan alat berat dan keharusan menjaga keselamatan pekerja.
“Tambang dalam di Cineam atau Karangjaya kedalamannya bisa mencapai 30 sampai 40 meter. Risiko kecelakaan tinggi, jadi pengawasan harus ketat,” katanya.
Selain aspek keselamatan, ESDM juga menyoroti penggunaan air raksa dalam pengolahan emas yang berbahaya bagi lingkungan. Pemerintah, kata Pepen, telah menyiapkan aturan baru untuk melarang pemakaian air raksa mulai tahun depan.
“Kami akan dorong penggunaan teknologi pengolahan emas yang lebih ramah lingkungan. Air raksa sudah tidak boleh lagi digunakan,” tandasnya. (yna)