JAKARTA | Priangan.com – Tanaman hias dalam pot telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak lama. Namun, kepopulerannya sebagai elemen dekorasi rumah mencapai puncaknya pada era Victoria.
Pada abad ke-19, tanaman hias menghadapi tantangan besar. Rumah-rumah mulai menggunakan pencahayaan berbahan bakar gas yang menghasilkan asap beracun.
Efeknya tidak hanya buruk bagi manusia, tetapi juga merusak tanaman. Banyak tanaman hias layu dan mati. Jelaga dari asap gas menutupi perabotan, menghitamkan langit-langit, dan merusak kualitas udara di dalam rumah.
Namun, ada dua tanaman yang tetap bertahan di kondisi ini, yaitu aspidistra dan palem Kentia.
Bahkan, pada masa itu, banyak orang yang berfoto di samping tanaman ini sebagai bagian dari tren, menjadikannya simbol gaya hidup yang bergengsi. Keduanya menjadi sangat populer dan menghiasi banyak rumah serta bangunan mewah di era Victoria.
Aspidistra berasal dari Jepang dan Taiwan. Daunnya hijau tua dan mengilap, dengan pertumbuhan yang lambat tetapi sangat tangguh. Tanaman ini bisa bertahan dalam kondisi ekstrem, termasuk suhu yang fluktuatif, kekeringan, pencahayaan redup, dan kualitas udara yang buruk. Karena ketahanannya, aspidistra dijuluki ‘tanaman besi cor’.
Di Inggris, tanaman ini menjadi simbol kelas menengah. Bahkan, Oxford English Dictionary mencatatnya sebagai lambang kesopanan kelas menengah pada masa itu.
Uniknya, selama Perang Dunia II, Inggris menamai pemancar radio berkekuatan 600 kilowatt mereka dengan sebutan ‘Aspidistra’ untuk mengganggu komunikasi musuh.
Selain aspidistra, palem Kentia juga menjadi favorit di era Victoria. Tanaman ini berasal dari Pulau Lord Howe, Australia, dan mulai dibudidayakan di Eropa serta Amerika Serikat pada akhir periode Victoria. Ketahanannya terhadap cahaya redup, udara kering, dan suhu rendah membuatnya sangat cocok sebagai tanaman dalam ruangan.
Ratu Victoria sangat menyukai palem Kentia dan menanamnya di seluruh kediamannya. Karena sering ditemukan di rumah bangsawan, tanaman ini dianggap memiliki keistimewaan tersendiri.
Tidak hanya di rumah pribadi, palem Kentia juga banyak digunakan sebagai dekorasi di hotel-hotel mewah seperti The Ritz Hotel di London dan Plaza Hotel di New York. Hingga kini, palem ini masih sering ditemukan di berbagai lobi hotel, kasino, dan pusat perbelanjaan.
Seiring waktu, tanaman hias mengalami berbagai perubahan fungsi. Dari sekadar simbol status sosial hingga menjadi elemen penting dalam desain interior modern, tanaman hias tetap memiliki daya tarik tersendiri.
Popularitas aspidistra dan palem Kentia di era Victoria menunjukkan bagaimana manusia terus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan estetika. (LSA)