MINA | Priangan.com – Kamis, 24 September 2015, suasana di Mina, Arab Saudi, berubah menjadi kepanikan besar ketika ratusan ribu jemaah dari berbagai negara berdesakan menuju jalur yang sama untuk melaksanakan ritual lempar jumrah. Dalam hitungan menit, arus manusia yang terlalu padat membuat banyak orang terjebak tanpa ruang bergerak, hingga menimbulkan insiden kerumunan paling mematikan dalam sejarah haji.
Peristiwa itu berlangsung di persimpangan Jalan 204 dan 223 yang mengarah ke Jembatan Jamaraat. Ribuan jemaah yang seharusnya melintas bergantian justru bertemu dari arah berlawanan. Kondisi semakin sulit karena suhu yang tinggi dan jalur yang terlalu sempit untuk menampung begitu banyak orang. Banyak di antara mereka yang terjatuh, terinjak, bahkan tak mampu bernapas akibat tekanan massa.
Korban jiwa berjatuhan dalam jumlah besar. Laporan resmi pemerintah Arab Saudi menyebutkan 769 orang meninggal dan lebih dari 900 lainnya luka-luka. Namun catatan dari berbagai media dan organisasi internasional menunjukkan jumlah kematian bisa mencapai lebih dari dua ribu orang. Dari Indonesia, tercatat ada puluhan jemaah yang wafat dalam tragedi ini.
Tragedi ini lantas memicu pertanyaan tentang bagaimana pengaturan arus manusia dijalankan pada hari itu. Ada dugaan penutupan jalur tertentu yang membuat jemaah terfokus pada satu arah yang sama, sementara sebagian lain menyebut kepadatan dan cuaca ekstrem menjadi faktor yang memperburuk keadaan. Upaya evakuasi pun tidak mudah dilakukan karena padatnya kerumunan.
Tak sedikit neraga yang menyorot kasus ini. Pemerintah dari berbagai negara mengumumkan jumlah warganya yang menjadi korban dan menyampaikan belasungkawa. Bagi jutaan umat Islam, peristiwa ini menjadi pengingat betapa pentingnya keselamatan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang setiap tahun dihadiri massa dalam jumlah besar. Meski tahun-tahun berikutnya pengelolaan jamaah terus diperbaiki, tragedi Mina 2015 tetap tercatat sebagai salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah penyelenggaraan haji. (wrd)
