DPRD Pertanyakan Keberadaan Beras Organik Tasikmalaya, Anggaran Miliaran Jadi Sorotan

TASIKMALAYA | Priangan.com – Klaim panen raya beras organik di Kabupaten Tasikmalaya mulai menuai tanda tanya serius. Bukan hanya publik, tetapi juga DPRD Kabupaten Tasikmalaya ikut meragukan kebenaran stok beras yang disebut-sebut melimpah itu.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Dani Fardian, menegaskan bahwa pihaknya sudah mencoba membeli beras organik dari pemerintah daerah, namun hingga kini tidak pernah ada pengiriman. Ia menilai situasi ini mengundang kecurigaan: apakah beras organik benar-benar tersedia atau hanya sekadar narasi keberhasilan.

“Kami ingin membeli dan sudah pesan, bahkan anggota DPRD siap membayar, tapi sampai hari ini tidak juga dikirim. Ini yang menjadi pertanyaan, apakah beras organik itu ada atau hanya sekadar omongan,” kata Dani, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, DPRD tidak pernah meminta beras itu secara cuma-cuma, melainkan ingin membeli sebagai bentuk dukungan terhadap program pertanian organik. Namun, ketiadaan realisasi membuatnya heran.

“Kami tidak minta, kami akan bayar. Kalau dianggap kami tidak bayar, itu salah besar. Kalau memang tidak ada, ya sampaikan terus terang,” tegasnya.

Keresahan DPRD semakin kuat karena di saat yang sama, data resmi dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP mencatat adanya anggaran besar yang digelontorkan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya. Untuk pengadaan pupuk organik padat saja, pemerintah mengalokasikan Rp1,36 miliar dengan volume 501.600 kilogram, yang disalurkan ke Kecamatan Sukaresik, Sukahening, Pagerageung, dan Cisayong.

Sementara itu, untuk pengadaan pupuk organik cair, dana Rp108,8 juta digelontorkan dengan volume 1.650 liter di kecamatan yang sama. Anggaran sebesar itu seharusnya menghasilkan bukti nyata berupa ketersediaan beras organik dalam jumlah cukup, bukan sekadar laporan di atas kertas.

Lihat Juga :  Belum Sebulan Menjabat, Cecep-Asep Dihadang Krisis Infrastruktur Daerah

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tasikmalaya, Tatang Wahyudin, membantah keraguan tersebut. Ia menegaskan bahwa capaian panen kali ini justru melampaui rata-rata produksi bulanan. Jika biasanya hanya sekitar 1,8 ton, maka pada panen terakhir jumlahnya lebih dari dua kali lipat.

“Pasar beras organik itu terbuka luas. Dengan panen yang lebih besar, kami melihat peluang nyata untuk mengarahkan produk lokal ke pasar lebih pasti, terutama ASN. Ini sudah kami koordinasikan dengan Pemprov Jawa Barat,” ujarnya.

Tatang menilai ASN merupakan target pasar yang strategis karena di sejumlah daerah sudah ada aturan yang mewajibkan mereka membeli beras organik. Dengan jumlah ASN Tasikmalaya mencapai 14 ribu orang, potensi penyerapannya dinilai sangat besar. Meski demikian, ia mengakui bahwa keterbatasan lahan tersertifikasi menjadi masalah utama.

Lihat Juga :  Viral Kurir Paket di Tasikmalaya Dimaki dan Diduga Dipukul Konsumen, Berakhir Damai di Polsek

Dari total 500 hektare lahan padi organik yang ada, baru sekitar 200 hektare yang lolos verifikasi organik. Sebagian besar sentra organik berada di Cipatujah, sementara wilayah utara baru dalam tahap persiapan dengan potensi mencapai 600 hektare.

“Masalah terbesar tetap pada perubahan pola pikir petani. Sistem organik butuh waktu lebih lama, dan tidak semua petani mau beralih karena terbiasa dengan cara konvensional. Ini yang terus kami dampingi,” jelas Tatang.

Pemerhati kebijakan publik, Rico Ibrahim, menilai persoalan beras organik ini mencerminkan lemahnya tata kelola komunikasi pemerintah daerah. Menurutnya, keberhasilan tidak cukup hanya diceritakan di panggung publik, melainkan harus bisa dibuktikan secara nyata.

“Kalau DPRD saja yang punya akses langsung ke pemerintah tidak bisa membeli beras organik itu, bagaimana dengan masyarakat umum? Jangan sampai program ini lebih banyak jadi proyek pencitraan daripada solusi untuk petani,” ujarnya.

Lihat Juga :  Anggota DPRD Tasikmalaya Dituding Ikut Bisnis MBG, Massa Bawa Keranda ke Gedung Dewan

Rico menambahkan, dengan anggaran miliaran yang digelontorkan untuk pupuk organik, masyarakat berhak melihat bukti konkret berupa distribusi dan ketersediaan beras di pasar.

“Transparansi harus dikedepankan. Kalau ada kendala produksi, sampaikan jujur. Publik tidak bisa terus dicekoki angka-angka tanpa bukti nyata. Apalagi ini menyangkut uang rakyat,” pungkasnya. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos