TASIKMALAYA | Priangan.com – Peredaran ayam tiren—ayam yang mati sebelum dipotong secara halal dan layak konsumsi—kembali menjadi sorotan di Kota Tasikmalaya. Dugaan adanya distribusi besar-besaran daging ayam tak layak jual ini memicu respons serius dari DPRD Kota Tasikmalaya.
Komisi II yang membidangi ekonomi dan kesejahteraan rakyat bersama Tim Satgas Pangan dan Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan dan Peternakan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke salah satu pabrik pengolah ayam terbesar di wilayah Kota Tasikmalaya, Jumat (25/7/2025).
Sidak ini dipicu oleh laporan masyarakat yang menyebutkan adanya peredaran ayam tiren dalam jumlah signifikan di beberapa pasar tradisional, terutama Pasar Cikurubuk. Dari hasil penelusuran di lapangan, ditemukan bahwa daging ayam tiren diperjualbelikan bebas di pasar dengan harga jauh di bawah standar.
Kepler Sianturi, anggota Komisi II DPRD Kota Tasikmalaya, mengungkapkan bahwa dari satu titik saja, distribusi ayam tiren bisa mencapai 100 kilogram per hari.
“Jumlah ini sangat besar dan tentu mustahil kalau hanya dilakukan oleh pelaku kecil. Kami menduga ada keterkaitan dengan perusahaan besar yang pengawasannya belum maksimal,” ujar Kepler saat diwawancara di lokasi sidak.
Kepler mengungkapkan, pihaknya sebelumnya juga menemukan tempat-tempat pemotongan ayam ilegal yang beroperasi tanpa izin dan tak mengindahkan standar higienitas. Sebagian di antaranya memproses ayam tiren untuk dijual kembali ke pasar.
Ia menduga, bahan baku ayam mati itu berasal dari celah pengawasan di perusahaan resmi, yang kemudian disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Menurut Kepler, laporan yang diterimanya menyebutkan bahwa ayam mati dibeli dari oknum pegawai perusahaan dengan harga hanya sekitar Rp 7.000 per kilogram. Ayam tersebut lalu dijual kembali ke pasar dengan harga sekitar Rp 20.000 per kilogram, jauh di bawah harga pasar normal yang berkisar di angka Rp 30.000. Selisih harga ini, menurutnya, menjadi motif utama para pelaku memasarkan ayam tiren ke masyarakat.
“Ini bukan semata soal ekonomi atau persaingan harga, tapi soal keselamatan konsumen. Mengonsumsi ayam tiren bisa berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Karena itu, kami ingin tahu seperti apa sistem pengawasan di perusahaan yang selama ini menjadi pemasok utama daging ayam di Kota Tasikmalaya,” kata Kepler.
Dalam sidak tersebut, DPRD mengkonfirmasi dugaan tersebut ke pihak manajemen perusahaan. Data dan temuan dari lapangan pun telah disampaikan. Pihak perusahaan, kata Kepler, tidak membantah kemungkinan adanya celah pengawasan yang dimanfaatkan oleh oknum. Meskipun secara sistem perusahaan telah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur pemisahan ayam hidup dan mati, celah di lapangan masih mungkin terjadi jika pengawasan longgar.
Kepler meminta kepada pihak perusahaan untuk meningkatkan pengawasan internal dan disertai dengan evaluasi berkala dan pelibatan pihak eksternal, seperti Dinas Ketahanan Pangan atau Satpol PP, untuk memastikan praktik-praktik curang semacam ini benar-benar dihentikan.
“Kalau kita lengah, maka pelaku akan terus mencari celah. Padahal ini menyangkut kesehatan warga. Kami tidak ingin masyarakat terus menjadi korban karena lemahnya sistem pengawasan,” tandas Kepler.
Lebih lanjut, DPRD juga mendorong agar dinas terkait segera melakukan inspeksi terpadu ke titik-titik pemotongan ayam ilegal dan pasar-pasar besar di kota ini. Kepler menekankan bahwa upaya pemberantasan ayam tiren tidak boleh setengah hati.
“Kita harus putus rantainya, mulai dari hulu sampai hilir. Dari perusahaan, ke pengangkut, hingga pedagang nakal di pasar,” terangnya.
Sementara itu, Apep Yudi selaku Manajer Divisi Quality Control Sukahati menegaskan bahwa secara prosedural, perusahaan tidak pernah menjual ayam mati ke pihak luar. Ia menjelaskan bahwa ayam-ayam mati yang ditemukan saat proses penerimaan dari peternak langsung dipisahkan dan diserahkan ke divisi perikanan internal untuk diolah menjadi pakan ikan.
“Kami punya sistem yang jelas. Ayam hidup, sakit, dan mati kami pisahkan sejak awal. Ayam mati langsung kami olah menjadi pakan ikan dan tidak keluar dari area perusahaan. Kami tidak menjual ayam mati ke pihak mana pun,” jelas Apep kepada wartawan.
Namun, Apep tidak menutup kemungkinan adanya penyalahgunaan oleh pihak internal. Oleh karena itu, pihaknya mengaku akan memperketat sistem pengawasan, terutama di tahap kedatangan dan pengeluaran ayam dari rumah potong. Perusahaan, lanjutnya, kini akan memantau secara lebih ketat setiap kendaraan pengangkut ayam, untuk memastikan tidak ada ayam mati yang dibawa keluar.
“Kami sadar, satu titik kelemahan saja bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, kami akan perketat pengawasan di jalur distribusi. Kami juga akan memastikan bahwa SOP dipatuhi secara menyeluruh,” tandasnya. (yna)