TASIKMALAYA | Priangan.com – Sebuah video pendek dari SMPN 1 Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya, mendadak viral di media sosial pada Kamis (25/9/2025). Dalam rekaman itu, seorang guru terlihat memungut sisa makanan dari baki siswa lalu menumpahkannya agar lingkungan sekolah tetap bersih.
Sekilas, aksi tersebut tampak sederhana. Namun, publik memberi perhatian besar. Sebagian warganet menilai tindakan sang guru sebagai wujud keteladanan dan kepedulian. Di sisi lain, banyak pula yang mempertanyakan mengapa makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) bisa begitu banyak tersisa.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, Dadan Wardana, ikut angkat bicara. Ia menyebut kejadian itu bukan sekadar soal kebersihan, melainkan sebuah refleksi yang harus disikapi bersama.
“Ini tamparan moral bagi kita semua. Bukan hanya soal sisa makanan, tapi soal kesadaran, tanggung jawab, dan cara kita mendidik anak-anak agar lebih menghargai makanan,” ujar Dadan saat dikonfirmasi, Jumat (26/9/2025).
Menurutnya, apa yang dilakukan guru tersebut justru mencerminkan nilai pendidikan karakter yang seharusnya tumbuh di sekolah. “Kami sangat menghargai dedikasi beliau. Itu bukan sekadar membersihkan, tapi memberi teladan. Namun kita juga tidak bisa menutup mata, ada hal yang perlu dievaluasi dari pelaksanaan MBG,” tegasnya.
Program MBG yang digagas pemerintah pusat sejatinya bertujuan mulia: meningkatkan gizi siswa agar lebih siap belajar. Namun, fakta banyaknya makanan terbuang justru memunculkan pertanyaan baru. Apakah menu yang disajikan kurang sesuai? Apakah distribusi tidak tepat? Ataukah anak-anak memang belum diedukasi untuk lebih menghargai bantuan pangan?
Menjawab keresahan itu, Dinas Pendidikan berjanji melakukan evaluasi menyeluruh. Mulai dari pengawasan menu, distribusi, hingga penguatan edukasi kepada siswa tentang pentingnya tidak menyia-nyiakan makanan.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan satgas yang dibentuk Bupati untuk mengawal pelaksanaan MBG. Program ini sangat mulia, jangan sampai niat baik justru kehilangan makna hanya karena kurangnya pengawasan,” tutup Dadan.
Fenomena viral ini kini menjadi pengingat: makan gratis bukan berarti bisa seenaknya dibuang. Lebih dari itu, aksi sederhana seorang guru di Sukarame telah membuka mata banyak pihak bahwa program pangan bergizi harus berjalan beriringan dengan pendidikan karakter. (yna)

















