Dinkes Kota Tasikmalaya Ungkap Lonjakan Kasus Baru HIV/AIDS, Mayoritas Usia Produktif

TASIKMALAYA | Priangan.com – Tahun 2025 belum berakhir, namun Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah mencatat 95 kasus baru HIV/AIDS. Ironisnya, salah satu penderita adalah balita. Temuan ini memicu kekhawatiran akan masih tingginya penyebaran virus di masyarakat, terutama di kelompok usia produktif.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Tasikmalaya, Asep Hendra, menjelaskan penemuan kasus tersebut merupakan hasil skrining terhadap 10.679 orang berisiko tinggi, termasuk pekerja seks, waria, lelaki seks dengan lelaki (LSL), pelajar, mahasiswa, dan ibu hamil.

“Sejak Januari sampai Juli 2025, ada delapan kematian akibat HIV/AIDS. Penularan terbanyak melalui hubungan sesama laki-laki. Kami juga menemukan penderita dari kalangan pelajar dan mahasiswa,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).

Dengan tambahan kasus baru ini, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Tasikmalaya kini mencapai 1.456 orang, dan 256 di antaranya telah meninggal dunia.

Data Dinkes mencatat tren kenaikan kasus terus terjadi sejak 2022. Pada 2022 dan 2023 masing-masing ditemukan 145 kasus baru, lalu meningkat menjadi 169 kasus pada 2024. Tahun ini, meski baru berjalan delapan bulan, penambahan kasus sudah mendekati angka tahun-tahun sebelumnya.

Asep menilai peningkatan kasus menjadi alarm serius. Pasalnya, mayoritas penderita berada pada usia produktif, kelompok yang semestinya menjadi penggerak perekonomian. Karena itu, pihaknya mengintensifkan pemeriksaan, edukasi, dan kampanye pencegahan.

“HIV memang tidak bisa disembuhkan total, tapi pengobatan ARV bisa menekan perkembangan virus dan membuat penderita tetap produktif. Kami juga mengingatkan bahwa penyakit ini tidak menular lewat salaman, pelukan, berbagi alat makan, air liur, keringat, atau penggunaan toilet bersama,” tegasnya.

Lihat Juga :  Pemkot Tasikmalaya Mulai Salurkan Kontainer Sampah, Prioritaskan Titik TPS Ilegal

Menurut Asep, menghilangkan stigma sama pentingnya dengan pengobatan. Stigma yang kuat justru membuat penderita enggan memeriksakan diri, sehingga penyebaran semakin sulit dikendalikan. (yna)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos