TASIKMALAYA | Priangan.com – Kritik tajam kembali muncul terhadap penanganan persoalan pertambangan di wilayah Priangan Timur, terutama Kabupaten Tasikmalaya, setelah selama ini sorotan publik dan pemberitaan hanya terfokus pada para penambang—baik legal maupun ilegal—serta aparat penegak hukum.
H. Roni, tokoh yang selama ini mengikuti dinamika pertambangan di Priangan Timur menilai penanganan konflik tambang tidak menyentuh akar persoalan karena instansi paling bertanggung jawab, yakni Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, dianggap pasif dan tidak menjalankan peran strategisnya.
Roni menilai pola penanganan tambang yang terus berulang memperlihatkan bahwa penegakan hukum selalu diarahkan kepada penambang. Sementara itu, peran pemerintah daerah, unsur muspida, legislatif, dan terutama ESDM Jawa Barat seperti tidak tampak, padahal instansi tersebut memiliki kantor Cabang Dinas Wilayah VI di Tasikmalaya yang secara administratif membawahi Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Kota Banjar, hingga Pangandaran.
Ia menyebut kondisi itu sebagai ironi besar karena masalah terus dibiarkan muncul dari bawah, sementara instansi teknis yang memiliki mandat pengawasan dan pembinaan seolah nyaman berada di zona aman.
“Selalu yang dibenturkan itu penambang versus aparat penegak hukum. Seyogyanya ESDM lah yang harus responsif, jangan hanya mengambil keputusan sepihak dan melaporkan saja tanpa ada unsur pemberian solusi terhadap para pelaku usaha tambang dan masyarakat,” ujarnya, Rabu (3/12/2025).
Ia menilai pola kerja seperti itu hanya melahirkan konflik berulang karena tidak disertai pembinaan, padahal banyak pelaku tambang rakyat sebenarnya ingin beroperasi secara legal.
Menurut Roni, publik berhak mempertanyakan kontribusi nyata Cabang Dinas ESDM Wilayah VI selama kasus pertambangan di wilayah Priangan Timur bergulir.
Ia mempertanyakan apakah selama ini instansi tersebut pernah menyampaikan laporan komprehensif mengenai situasi pertambangan di Tasikmalaya dan daerah lain di bawah kewenangannya kepada Menteri ESDM atau kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat.
Ia menilai, jika kinerja ESDM hanya sebatas melaporkan penutupan tambang ilegal tanpa menawarkan solusi dan tanpa mendorong percepatan proses legalisasi tambang rakyat, keberadaan instansi tersebut menjadi tidak efektif.
“Kalau hanya melaporkan penutupan tambang ilegal tanpa upaya bersama mencari solusi kepada Menteri ESDM, lebih baik bubarkan saja Cabang Dinas ESDM Wilayah VI Tasikmalaya. Percuma,” tegasnya.
Roni menilai seharusnya kepala cabang memberikan telaahan, masukan, dan laporan lengkap mengenai situasi riil pertambangan pada wilayah kerjanya.
Ia meyakini para pelaku usaha tambang, termasuk para penambang rakyat, sejatinya ingin bekerja secara legal mengikuti aturan. Banyak di antaranya, kata Roni, bahkan siap membayar biaya perizinan bila instrumen regulasinya jelas dan prosedurnya tidak berbelit.
“Para pelaku usaha pertambangan itu ingin legal. Bahkan mereka siap bayar kalau memang ada tarifnya sesuai peraturan yang berlaku atau tidak berlaku. Tapi kalau tidak diberi ruang solusi, bagaimana mungkin masalah bisa selesai?” katanya.
Ia menegaskan bahwa perbaikan tata kelola pertambangan harus dimulai dari sikap aktif ESDM dalam memberikan pendampingan, memastikan alur perizinan berjalan, serta menyampaikan peta persoalan secara objektif kepada pemerintah pusat.
Menurutnya, selama instansi teknis tidak mengambil peran strategis itu, konflik pertambangan tidak akan pernah selesai dan masyarakat kecil yang berada di lapangan akan terus menjadi korban penindakan tanpa mendapatkan peluang legal untuk bekerja.
Roni berharap pemerintah daerah, legislatif, dan unsur muspida tidak hanya menyoroti penambang atau penegakan hukum, tetapi juga mendorong ESDM sebagai instansi kunci untuk bekerja lebih terbuka, responsif, dan solutif.
Dengan demikian, tata kelola pertambangan di Tasikmalaya dan wilayah sekitarnya tidak hanya berhenti pada penutupan tambang ilegal, tetapi benar-benar menghasilkan kebijakan yang memberi kepastian hukum sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. (yna)

















