TASIKMALAYA | Priangan.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Depot Pertamina Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Rabu, 19 Maret 2025, menuntut pertanggungjawaban terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga. Aksi ini berlangsung ricuh, setelah massa merasa kecewa dengan ketidakhadiran perwakilan Pertamina yang tidak menemui mereka.
Para demonstran memprotes sejumlah permasalahan, mulai dari dugaan korupsi yang merugikan negara hingga pengoplosan bahan bakar yang menguntungkan segelintir oknum. Massa aksi sempat membakar ban di pintu masuk depot sebagai bentuk kekecewaan mereka. Kejadian tersebut menyebabkan ketegangan antara pengunjuk rasa dan petugas keamanan yang berjaga di lokasi.
Agus Salim Saputra, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, menjelaskan bahwa demo ini merupakan respons terhadap berbagai masalah yang terjadi di Pertamina yang dinilai merugikan masyarakat. Salah satunya adalah dugaan penyalahgunaan bahan bakar jenis Pertamax yang dicampur dengan Pertalite dan dijual dengan harga Pertamax, yang menurut mereka sangat merugikan konsumen.
“Kami kecewa karena masalah ini terus berlarut-larut, sementara masyarakat yang menjadi korban. Pengoplosan bahan bakar yang dijual dengan harga yang tidak wajar jelas membebani rakyat, sementara oknum-oknum di dalam Pertamina justru mendapat keuntungan,” ujar Agus usai aksi.
Selain itu, mereka juga menyoroti masalah gas 3 kg yang diduga dicampur dengan bahan lain dan dijual dengan harga yang sangat tinggi. Menurut mahasiswa tersebut, fenomena ini membuat masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.
“Sangat jelas ini merugikan masyarakat kecil, dan tidak ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk menghentikan praktik ini. Kami ingin Pertamina bertanggung jawab,” tegasnya.
Aksi tersebut semakin memanas saat mahasiswa merasa kecewa karena tidak ada satupun perwakilan dari pihak Pertamina yang bersedia menemui mereka. Setelah berorasi selama lebih dari satu jam tanpa ada tindak lanjut dari pihak terkait, massa aksi semakin frustasi dan mulai melakukan tindakan anarkis dengan membakar ban.
Ketegangan meningkat saat aparat kepolisian yang berjaga di lokasi terlibat dalam bentrokan fisik dengan demonstran. Beberapa mahasiswa menilai bahwa pengamanan yang dilakukan terkesan berlebihan, dan mereka mengaku mendapatkan perlakuan represif dari petugas. Bahkan, menurut Agus, kehadiran aparat militer dalam pengamanan ini membuat suasana semakin tegang.
“Pengamanan yang dilakukan sangat tidak proporsional. Kami hanya menyuarakan hak kami sebagai warga negara yang peduli dengan masa depan bangsa. Kami tidak mengharapkan kekerasan dalam penyampaian aspirasi kami,” ujar Agus.
Di akhir pernyataannya, Agus menegaskan bahwa aliansi mahasiswa akan melakukan konsolidasi lebih lanjut untuk memperkuat gerakan ini dan berencana melakukan aksi lanjutan ke Polres Tasikmalaya Kota, menuntut keadilan dan meminta agar pelaku kekerasan terhadap peserta aksi ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Depot Pertamina Tasikmalaya belum memberikan komentar atau tanggapan terkait aksi yang berlangsung di depan kantornya. Sementara itu, mahasiswa tetap bersikeras untuk mendesak pihak Pertamina agar menanggapi tuntutan mereka secara serius. (Nvi)