Demi Merdeka, Samadikun Bersama KRI Gadjah Mada Hadang Kapal Perang Belanda

CIREBON | Priangan.com – Tidak semua kisah kepahlawanan dikenal luas oleh generasi hari ini. Beberapa nama tenggelam dalam sunyi, meskipun keberaniannya pernah bergema di atas lautan dan menyelamatkan banyak nyawa. Salah satunya adalah Letnan Laut Samadikun, prajurit Angkatan Laut Republik Indonesia yang mengorbankan hidupnya demi mempertahankan kedaulatan bangsa dalam masa-masa paling genting setelah proklamasi kemerdekaan.

Pada akhir 1940-an, ketika Indonesia baru saja merdeka, peperangan belum benar-benar usai. Belanda berusaha kembali merebut kekuasaan, hingga setiap jengkal tanah maupun lautan menjadi medan tempur. Di tengah keterbatasan sumber daya, para pejuang bahari Indonesia menggunakan apa saja yang tersedia, termasuk kapal dagang yang diubah menjadi kapal perang darurat.

Salah satu kapal yang memegang peran penting adalah KRI Gadjah Mada.

Kapal ini mungkin tak terlihat gagah, namun keberaniannya besar. Dengan lambung kayu dan hanya bersenjata senapan mesin berat Oerlikon 20 mm, kapal ini pernah dipimpin oleh Letnan Samadikun dalam operasi gabungan latihan tempur di Laut Cirebon pada 1–5 Januari 1947.

Latihan tersebut melibatkan empat kapal patroli penjaga pantai, dua kapal motor bernama Surapringga dan Antareja, serta satu kapal tarik bernama Semar, sebagai bagian dari upaya memperkuat sinergi antara Angkatan Laut dan Angkatan Darat.

Namun, pada hari terakhir latihan, 5 Januari 1947, iring-iringan kapal Indonesia berpapasan dengan kapal buru torpedo milik Belanda, HMS Kortenaer.

Saat itu, Indonesia telah menyatakan merdeka, tetapi Belanda sedang bersiap melakukan agresi militer untuk merebut kembali wilayah yang telah lepas dari koloninya. Kapten kapal Kortenaer secara arogan memerintahkan konvoi Indonesia berhenti. Letnan Samadikun menolak perintah tersebut tanpa ragu, sebuah keputusan yang mengandung konsekuensi besar.

Lihat Juga :  Gunung Galunggung Meletus

Menanggapi penolakan itu, meriam-meriam kapal Belanda mulai menyalak. Menyadari situasi genting, Samadikun mengambil langkah nekat. Ia memerintahkan empat kapal patroli untuk menjauh ke arah barat, sementara Gadjah Mada justru berbalik arah, menyongsong kapal musuh seorang diri. Perlawanan dilakukan semaksimal mungkin. Senapan mesin berat yang terpasang di kapal kayu itu terus memberondong arah musuh. Namun jelas, kemampuan tempur Gadjah Mada tidak sebanding dengan kekuatan torpedo dan meriam Kortenaer.

Sebuah tembakan menghantam ruang mesin kapal Gadjah Mada. Api membakar habis bagian dalam kapal. Letnan Samadikun gugur dalam pertempuran itu, disusul tenggelamnya kapal ke dasar laut Cirebon. Dalam insiden tersebut, tiga pejuang gugur, 26 lainnya ditawan oleh Belanda.

Lihat Juga :  Sejarah Singkat Jakarta, Dulu Hanya Pelabuhan Kecil dengan Nama Sunda Kalapa

Namun berkat manuver Samadikun, empat kapal patroli berhasil menyelamatkan diri. Ia gugur demi memastikan anak buahnya tetap hidup dan kapal lainnya tetap utuh.

Dua hari kemudian, pada 7 Januari 1947, jenazah Letnan Samadikun ditemukan. Atas pengorbanannya, pemerintah memberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat anumerta menjadi Kapten Laut. Namanya kemudian diabadikan dalam sejarah TNI Angkatan Laut melalui kapal perang KRI Samadikun 341, kapal perusak kawal generasi tahun 1970-an dari kelas Claud Jones.

Bahkan nama KRI Gadjah Mada kembali digunakan untuk kapal penghancur pertama TNI AL pada 1951, seakan menjadi simbol bahwa kapal yang pernah karam di bawah komando Samadikun tak pernah benar-benar hilang dari ingatan bangsa.

Kisah Letnan Samadikun adalah pengingat bahwa keberanian sejati tidak selalu datang dari mereka yang bersenjata lengkap, tetapi dari mereka yang tak pernah ragu membela negaranya, bahkan ketika peluang menang hampir tidak ada. Di tengah derasnya gelombang dan ancaman meriam, Samadikun berdiri untuk Indonesia, dan untuk itu, sejarah menuliskan namanya dengan tinta keberanian. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos