TASIKMALAYA | Priangan.com – Wabah demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Sejak Januari hingga Juli 2025, sebanyak 541 warga dinyatakan positif terjangkit virus yang dibawa nyamuk Aedes aegypti. Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat, dari jumlah itu, tiga pasien harus mendapat perawatan intensif dan dua di antaranya meninggal dunia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Tasikmalaya, Asep Hendra, mengatakan tren kasus terus meningkat seiring perubahan cuaca yang tidak menentu. Tahun ini, musim kemarau berlangsung basah, sehingga genangan air masih banyak ditemukan di lingkungan warga. Kondisi itu menjadi tempat ideal bagi nyamuk berkembang biak.
“Mulai Januari sampai Juli, grafiknya cenderung naik. Puncak kenaikan terjadi pada Februari dengan 98 kasus. Total sudah 541 kasus, tiga pasien dirawat intensif di puskesmas, dan dua orang meninggal dunia,” jelasnya, Sabtu (10/8/2025).
Data Dinkes mencatat, Januari ada 75 kasus, Februari 98 kasus, Maret 74 kasus, April 79 kasus, Mei 65 kasus, Juni 70 kasus, dan Juli 80 kasus. Penyakit ini menyerang semua kalangan, namun kelompok usia 0–5 tahun, 6–12 tahun, dan 13–18 tahun paling mendominasi. Dari sisi jenis kelamin, 262 penderita laki-laki dan 277 perempuan.
Sebaran kasus meliputi seluruh 10 kecamatan di Kota Tasikmalaya. Menurut Asep, tingginya kasus tidak lepas dari rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Banyak warga yang tidak rutin menguras bak mandi, membiarkan wadah penampung air terbuka, dan menumpuk barang bekas yang bisa menampung air hujan.
“Nyamuk Aedes aegypti tidak pilih-pilih korban, baik anak-anak maupun orang dewasa sama-sama berisiko. Kalau lingkungan rumah tidak dibersihkan, siklus penularan akan terus berulang,” tegasnya.
Dinkes, kata Asep, sudah menggelar berbagai upaya pencegahan seperti edukasi di sekolah dan posyandu, fogging di titik rawan, hingga gerakan satu rumah satu jumantik (G1R1J). Namun, langkah tersebut hanya bersifat sementara jika tidak diimbangi dengan perubahan perilaku warga.
“Kami mengajak masyarakat menerapkan 3M plus—menguras, menutup, dan mengubur wadah yang berpotensi menjadi sarang nyamuk—serta menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kalau kebiasaan ini dijalankan secara rutin, kita bisa memutus rantai penularan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, meskipun angka kematian masih relatif kecil dibanding jumlah kasus, potensi wabah tetap tinggi. Apalagi jika curah hujan kembali meningkat di tengah kemarau basah. “Jangan tunggu ada korban berikutnya. Mulailah dari rumah sendiri,” pungkasnya. (yna)