JAKARTA | Priangan.com – Perang Dunia Pertama tidak hanya mengguncang medan tempur di Eropa, tetapi juga menyebar ke berbagai belahan dunia melalui propaganda. Di Hindia Belanda, perang ini turut membentuk dinamika politik dan sosial melalui pengaruh Kekhalifahan Ottoman, yang didukung oleh komunitas Arab-Hadhrami dan Sarekat Islam.
Di awal abad ke-20, komunitas Hadhrami-Arab memiliki hubungan erat dengan Kekaisaran Ottoman. Kedekatan ini juga tercermin dalam dukungan mereka terhadap Sarekat Dagang Islam, yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1911 sebagai koperasi pedagang batik. Sarekat Dagang Islam kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam, yang aktif dalam menyebarkan berita pro-Ottoman melalui surat kabar mereka, Oetoesan Hindia.
Dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto, Oetoesan Hindia memuat berita-berita yang mendukung posisi Ottoman dalam Perang Dunia Pertama, terutama menyoroti dominasi Inggris dan Rusia yang dianggap mengancam dunia Muslim. Surat kabar ini juga menyampaikan harapan bahwa Ottoman, meskipun netral secara resmi, akan memimpin perlawanan terhadap Inggris yang menjajah banyak negara Muslim.
Namun, Oetoesan Hindia bukan satu-satunya media yang digunakan untuk propaganda. Pantjaran Warta, yang dibeli oleh Sarekat Islam pada tahun 1913, juga menjadi corong penting bagi dukungan terhadap Ottoman. Di bawah kepemimpinan Goenawan, surat kabar ini menyiarkan pandangan Ottoman kepada pembacanya, bahkan menyoroti keperwiraan tentara Ottoman di medan perang. Pantjaran Warta secara terang-terangan menyatakan cinta umat Muslim di Hindia Belanda terhadap Ottoman dan menolak propaganda Inggris yang mencoba mengubah pandangan mereka.
Di tengah dukungan ini, muncul sosok Rafet Bey, konsul Ottoman di Batavia, yang memainkan peran penting dalam menggalang dukungan umat Muslim lokal. Rafet Bey berhasil membangun jaringan dengan komunitas Hadhrami-Arab dan mendirikan cabang Hilal-i Ahmer Cemiyeti (Perkumpulan Bulan Sabit Merah Ottoman) di Hindia Belanda. Organisasi ini berhasil mengumpulkan sumbangan dari umat Muslim lokal untuk membantu Ottoman selama Perang Dunia Pertama, salah satunya mengumpulkan 2.120 gulden pada tahun 1916.
Dalam upayanya menggalang dukungan, Rafet Bey juga memanfaatkan ketegangan ekonomi antara komunitas Tionghoa dan Hadhrami. Dia mengkritik praktik ekonomi orang Tionghoa yang dituduh menimbun barang selama perang, dan dengan demikian memperburuk krisis ekonomi di Hindia Belanda. Hal ini semakin memperkuat aliansi antara komunitas Hadhrami, Ottoman, dan Sarekat Islam dalam menghadapi dominasi pedagang Tionghoa.
Propaganda ini berjalan efektif meski jauh dari medan pertempuran. Melalui media massa dan organisasi amal, dukungan terhadap Ottoman di Hindia Belanda terus mengalir. Meskipun Ottoman bukanlah pihak yang memprioritaskan kawasan ini, umat Muslim di Hindia Belanda tetap memberikan dukungan penuh, bahkan dengan uang dan pemberitaan media mereka. Hilal-i Ahmer Cemiyeti menjadi simbol solidaritas, dan propaganda Ottoman berperan besar dalam membentuk opini publik terhadap perang.
Perang Dunia Pertama di Hindia Belanda bukan hanya perang militer, tetapi juga perang ideologi dan pengaruh yang diperjuangkan melalui media dan jaringan diplomatik. (mth)