TASIKMALAYA | Priangan.com – Skandal dana rereongan dari 14 desa di Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, kini menjadi sorotan. Dana sebesar Rp670 juta yang dikumpulkan secara kolektif sejak beberapa tahun lalu, sebagian besar belum kembali ke kas desa. Warga mendesak adanya penegakan hukum agar kasus ini tak terus terkatung-katung.
Ketua DPK Apdesi Kecamatan Cigalontang, Ike Firmansyah, menjelaskan bahwa dana rereongan ini berasal dari iuran masing-masing desa, dengan nominal yang bervariasi antara Rp30 juta hingga Rp50 juta. Dana tersebut awalnya dihimpun untuk mendukung kegiatan kelembagaan dan program bersama antar-desa.
“Jumlah totalnya mencapai Rp670 juta, dikumpulkan dari 14 desa. Dua desa lain, yaitu Nangtang dan Parentas, tidak ikut dalam program ini,” ujar Ike saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).
Setelah terkumpul, dana itu sempat digunakan untuk dua kebutuhan besar. Pertama, Rp300 juta dipinjamkan kepada seorang tokoh berinisial GG untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Kedua, Rp135 juta digunakan untuk pembelian sebidang tanah yang lokasinya berada di wilayah Cigalontang.
“Dana untuk BPNT dan pembelian tanah sudah dikembalikan. Tapi sisanya, Rp235 juta, sampai hari ini belum jelas keberadaannya,” kata Ike.
Dana yang belum dikembalikan itu diketahui dipinjam oleh Ismi, mantan Direktur Bumdesma Cigalontang periode 2018. Menurut Ike, alasan peminjaman saat itu adalah untuk membuka usaha konveksi di Bandung. Namun janji pengembalian tak pernah ditepati.
“Sudah pernah berjanji akan mengembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada realisasi. Bahkan mediasi yang difasilitasi oleh kecamatan juga gagal,” imbuhnya.
Ike mengaku, permasalahan ini makin kompleks karena sejumlah kepala desa juga sempat meminjam dana rereongan untuk keperluan pribadi, dengan dalih mendesak. Akibatnya, penyelesaian mandek karena saling tarik ulur tanggung jawab antar-pihak.
Upaya klarifikasi dan penyelesaian sudah dilakukan di lingkungan Kantor Kecamatan Cigalontang, namun belum membuahkan hasil. Tak sedikit yang menganggap, keterlibatan banyak kepala desa dalam pengelolaan dana rereongan menjadi hambatan utama penyelesaian hukum.
Kekecewaan pun mencuat dari warga. Sandi, warga asli Cigalontang, mengaku geram atas lambannya penanganan kasus yang menyangkut uang publik ini.
“Sudah terlalu lama kasus ini dibiarkan tanpa kejelasan. Dana desa yang seharusnya bermanfaat untuk masyarakat, malah raib tanpa tanggung jawab,” ujarnya.
Sandi menduga ada upaya pembiaran dari beberapa oknum, bahkan dugaan pengelolaan dana sisa hasil penyitaan aset dari Ismi yang kembali dipinjamkan ke sejumlah kepala desa untuk kepentingan pribadi.
“Kalau seperti ini terus, kami khawatir hukum jadi tumpul ke atas. Kami mendesak Gubernur Jawa Barat, Pak Dedi Mulyadi, untuk tidak tutup mata,” katanya tegas.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari aparat penegak hukum, inspektorat daerah, maupun DPMD Kabupaten Tasikmalaya. Masyarakat berharap ada langkah konkret untuk mengusut tuntas kasus ini, termasuk membuka kemungkinan audit menyeluruh terhadap pengelolaan Bumdesma Cigalontang. (yna)