TASIKMALAYA | Priangan.com – Satu per satu kepala desa di Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, dipanggil aparat penegak hukum setelah dugaan penggelapan dana Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) menyeruak ke permukaan.
Sebanyak 14 kepala desa dimintai keterangan oleh kepolisian menyusul raibnya dana rereongan yang jumlahnya ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Program rereongan, yang awalnya digagas sebagai bentuk kerja sama ekonomi antar desa, kini berubah menjadi skandal yang mencoreng tata kelola dana desa. Skema rereongan itu bermula pada tahun 2018, ketika beberapa kepala desa di Kecamatan Cigalontang menyepakati pengumpulan dana secara kolektif untuk dikelola bersama melalui lembaga BUMDesma.
Pada awal pelaksanaannya, rereongan dipandang sebagai terobosan untuk memperkuat kemandirian ekonomi desa. Dana hasil rereongan pertama kali digunakan saat GG menjabat sebagai direktur BUMDesma.
Ia mengalokasikan dana tersebut untuk mendukung program pengadaan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di wilayah tersebut. Namun, titik balik terjadi ketika jabatan direktur beralih ke IS. Alih-alih memperluas manfaat rereongan, dana kolektif tersebut malah disebut dialihkan ke usaha konveksi di Bandung yang hingga kini tidak jelas hasilnya.
Menurut informasi yang dihimpun Priangan.com, IS diduga membawa lari dana rereongan tersebut. Setelah dana tidak kunjung kembali dan laporan kerugian mulai bermunculan, IS pun dikabarkan menghilang dan tak dapat dihubungi hingga saat ini. Dugaan penyalahgunaan pun menguat dan menjadi perhatian masyarakat.
Salah satu kepala desa yang turut menyetor dana rereongan, MS, mengaku merasa tertipu. Ia menyebut pada awalnya rereongan dijalankan penuh semangat dan kepercayaan antardesa. Namun, pergantian kepemimpinan di tubuh BUMDesma justru menjadi awal dari masalah besar. “Awalnya berjalan baik, tapi setelah pergantian direktur, uang itu malah dibawa kabur dan sampai sekarang kami tidak tahu di mana keberadaannya,” kata MS, Sabtu (2/8/2025).
Sejumlah kepala desa lain pun menyuarakan kekecewaan. Mereka menyebut bahwa keterlibatan mereka murni karena keinginan memajukan desa, bukan untuk mencari keuntungan pribadi. Sayangnya, niat baik tersebut kini harus berhadapan dengan proses hukum.
“Kami hanya ingin meningkatkan kesejahteraan warga desa. Tapi ternyata ini malah jadi masalah hukum,” ujar seorang kepala desa yang enggan disebutkan namanya.
Tidak sedikit pula kepala desa yang mengaku tidak dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan strategis selama rereongan dikelola IS. Mereka mengaku hanya menyetor dana, tanpa pernah diajak berdiskusi secara terbuka mengenai pengelolaannya.
Dugaan kuat adanya unsur penggelapan mendorong masyarakat melapor ke pihak berwenang. Kapolsek Cigalontang, Iptu Aan Supyadi, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari warga terkait dugaan penyalahgunaan dana rereongan. Ia menyatakan bahwa proses penyelidikan kini berada di bawah wewenang Polres Tasikmalaya.
“Infonya memang ada belasan kepala desa yang tersangkut masalah BUMDesma. Saat ini kasusnya sedang ditangani oleh pihak Polres,” ujarnya. (yna)