Catatan Kelam Soeharto di Balik Gelar Pahlawan Nasional

JAKARTA | Priangan.com – Sosok Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto, baru saja mendapat gelar pahlawan nasional. Gelar tersebut diberikan oleh pemerintah dalam peringatan Hari Pahlawan sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya dalam pembangunan dan stabilitas nasional.

Namun, pemberian gelar ini mengundang pro dan kontra lantaran selama lebih dari tiga dekade berkuasa, Soeharto dikenal banyak meninggalkan catatan kelam yang membekas dalam sejarah Indonesia. Masa pemerintahannya kala itu kerap diwarnai pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, hingga penindasan terhadap kebebasan sipil yang masih menyisakan luka bagi banyak korban dan keluarganya.

Catatan pertama yang tidak bisa dipisahkan dari nama Soeharto adalah peristiwa pembantaian massal pasca-Gerakan 30 September 1965. Setelah upaya kudeta gagal, ratusan ribu orang dituduh terkait dengan Partai Komunis Indonesia dan dibunuh tanpa proses hukum yang jelas. Sementara ribuan lainnya dipenjara selama bertahun-tahun tanpa pengadilan. Pemerintah sendiri telah mengakui bahwa peristiwa ini termasuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Selama masa Orde Baru, tindakan represif terhadap warga di berbagai daerah juga menjadi bagian dari kebijakan pengendalian politik. Di Aceh dan Papua, operasi militer dilakukan dengan dalih menjaga keamanan negara. Dalam praktiknya, aparat keamanan kerap melakukan penyiksaan, penghilangan orang, dan pembunuhan di luar hukum. Insiden di Pos Sattis dan Rumoh Geudong di Aceh menjadi bukti nyata bagaimana kekuasaan militer dijalankan tanpa batas.

Peristiwa berdarah lain terjadi di Tanjung Priok pada 1984. Puluhan orang tewas ketika aparat menembaki warga yang tengah melakukan unjuk rasa. Beberapa tahun kemudian, tragedi serupa kembali terjadi di Talangsari, Lampung, pada 1989, ketika warga yang dicurigai menentang pemerintah menjadi korban tindakan kekerasan aparat. Kedua kasus itu hingga kini belum tuntas secara hukum.

Lihat Juga :  Ketika Dunia Terbelah, Dasasila Bandung Hadir Sebagai Jalan Tengah

Di luar pelanggaran hak asasi manusia, masa pemerintahan Soeharto juga ditandai dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terstruktur. Berbagai laporan lembaga nasional maupun internasional menyebutkan bahwa kekuasaan digunakan untuk memperkaya diri dan kroni politiknya. Kekayaan negara banyak dikuasai oleh segelintir elit yang dekat dengan lingkaran kekuasaan.

Lihat Juga :  Hula, Bahasa Tubuh yang Sempat Nyaris Punah

Meski berhasil membawa stabilitas ekonomi pada masa-masa awal pemerintahannya, warisan kekuasaan Soeharto tetap diingat dengan rasa pahit oleh sebagian masyarakat. Upaya untuk mengangkatnya sebagai pahlawan nasional dianggap oleh banyak kalangan sebagai bentuk pengingkaran terhadap penderitaan korban pelanggaran HAM di masa lalu. (wrd)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos