Oleh: Muhajir Salam
TASIKMALAYA | Priangan.com – GALUNGGUNG saat ini dikenal sebagai nama sebuah gunung berapi yang ada di wilayah Tasikmalaya. Gunung yang menjulang 2.229 mdpl ini, dalam catatan sejarah telah beberapa kali meletus. Misalnya, bulan Oktober 1822, Gunung Galunggung meletus dengan dahsyat. Koran berbahasa Belanda, De Bataviashce Courrant, pada tanggal 19 November 1822, memberitakan penderitaan rakyat Tasikmalaya, Singaparna, Indihiang, Mangunreja, Rajapolah, Ciawi dan wilayah lain di Tasikmalaya dan Garut akibat letusan Galunggung saat itu.
Menurut informasi koran ini, jumlah penduduk yang tewas diperkirakan sebanyak 1.000 orang. Laporan lebih lanjut, ditulis oleh Dr. S. Figee en Dr. H. Onnen (Leden der Aardbevingscommissie/ Anggota Komisi Gempa) dalam sebuah laporan berjudul Uitkomsten Van Meteorologische Waarnemingen In Mederlandsch Indië.Gedurende Het Jaar 1894. Laporan tersebut menyebutkan, letusan pada Oktober 1822, Galunggung telah memuntahkan 30 juta M3 material vulkanik berbentuk lahar, bebatuan, pasir, dan abu.
Peristiwa letusan ini telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak 4.000 orang. Jumlah korban jiwa akibat letusan tersebut sangatlah tinggi. Angka tersebut setara dengan jumlah total penduduk afdeeling Sukapura, yang pada tahun 1895 berjumlah 4.687 orang. Perbandingan lain adalah jumlah total penduduk afdeeling Sukapura Kollot, yang sampai tahun 1900 berjumlah 9.196 orang.
Bulan Oktober 1894, Galunggung kembali meletus, memuntahkan material vulkanis sebanyak 10 juta M3. Letusan Galunggung kali ini diikuti oleh 35 kali goncangan gempa yang terus berlanjut selama 28 hari. Peristiwa ini telah mengakibatkan kerusakan lahan pertanian di hampir seluruh wilayah Priangan. Figee mencatat kerusakan akibat letusan ini terlihat di afdeeling Cicalengka (Bandung) meliputi Majalaya, Timbanganten; di afdeeling Tasikmalaya meliputi Singaparna, Tasikmalaya, dan Indihiang; di afdeeling Soekapoera Kollot (Mangunreja) meliputi Panyeredan dan Batuwangi; dan di afdeeling Limbangan Garut meliputi Suci, Panembong, dan Wanaraja. Areal pertanian yang rusak adalah padi, jagung, kedelai, kopi, bambu, dan lahan lainnya.
Memasuki abad XX, letusan Galunggung terjadi juga pada tahun 1918 dan pada tahun 1982. Letusan pada tahun 1982 berlangsung lebih dari dua bulan, yakni bulan April dan Mei. Memuntahkan lava, pasir, abu, lahar dan udara panas yang sangat banyak serta tersebar ke wilayah yang luas. Abu dari letusan Galunggung tersebar tidak hanya di wilayah Priangan, tetapi juga ke wilayah Cirebon, Bogor, Purwakarta, Banyumas, bahkan debunya sampai ke Australia.
Letusan saat itu menjadi bencana nasional. Berdampak pada kehidupan masyarakat sekeliling gunung, hingga menimbulkan korban jiwa dan luka. Sarana seperti tempat tinggal, bangunan umum banyak yang rusak berat, hingga sebagian penduduk ditransmigrasikan ke luar pulau Jawa. Pasca letusan tahun 1982, kemudian menjadi berkah bagi manusia.
Debu vulkanik menyuburkan tanah untuk lahan pertanian, serta pasir dari muntahan Galunggung merupakan pasir berkualitas tinggi. Penggalian pasir dilakukan hingga puluhan tahun kemudian. Pasirnya tidak hanya dipergunakan oleh penduduk sekitar, tetapi juga dipakai untuk pembangunan di berbagai kota, misalnya proyek pembangunan Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng yang cukup luas hampir semua pasirnya diambil dari muntahan Gunung Galunggung.
Tasikmalaya yang bermakna lautan bukit, adalah dataran berbukit yang terletak 17 KM sebelah tenggara kaki Gunung Galunggung. Secara geologis, fisiografi datarannya terbentuk akibat letusan Galunggung yang terjadi sejak ribuan tahun silam. Ratusan juta meter kubik material vulkanik Galunggung telah membentuk ribuan bukit berpasir setinggi 5-50 meter yang terhampar wilayah Tasikmalaya.
Fenomena ini menjadikan Tasikmalaya memiliki karakteristik panorama alam yang khas dan unik. Lansekap ini sangat mempengaruhi nilai-nilai sosial kebudayaan penduduk yang hidup di sekitarnya. Bagi rakyat Tasikmalaya dan sekitarnya, Galunggung adalah tempat yang dijaga dan dihormati, bahkan disucikan. Secara spiritual, gunung ini dianggap representasi dahsyatnya kuasa Tuhan Yang Maha Tunggal atas alam semesta.
Keberadaan gunung vulkanik ini juga merupakan berkah bagi rakyat Tasikmalaya. Sejak ratusan tahun lalu, penduduk Tasikmalaya yang hidup dari hasil pertanian, sangat bergantung pada ramahnya alam. Kesuburan tanah di wilayah Galunggung telah memberkahi para petani yang hidup di wilayah tersebut. Melimpahnya ragam kekayaan alam Galunggung memberikan manfaat bagi kesejahteraan hidup penduduk. Maka penghormatan terhadap Galunggung adalah wujud dari rasa sukur atas anugerah keindahan, keramahan, kesuburan, dan kekayaan alam yang tak terhingga.
Tak hanya berpengaruh pada terbentuknya kontur tanah di Tasikmalaya, meletusnya Gunung Galunggung juga diduga berpengaruh pada keberadaan pemerintahan di Tasikmalaya tempo dulu. Beralihnya pusat pemerintahan yang semula ada di kaki Gunung Galunggung ke Sukakerta, diduga sangat dipengaruhi oleh timbulnya kewaspadaan untuk menghindari ancaman letusan Gunung Galunggung sebagai gunung api aktif. ***