Bukan Sekadar Tempat Peristirahatan: Rahasia Mengejutkan dari Pemakaman Colon

HAVANA | Priangan.com – Pemakaman yang kita ketahui adalah tempat sunyi yang tenang, hanya dipenuhi barisan nisan dan bunga layu.Namun, di jantung kota Havana, Kuba, berdiri sebuah pemakaman yang jauh dari kesan biasa. Pemakaman Colon namanya. Pemakaman ini bukan hanya ladang peristirahatan terakhir, melainkan juga galeri terbuka yang dipenuhi patung megah, mausoleum bergaya Eropa, dan lorong-lorong marmer yang menyaingi museum seni.

Namun, di balik keindahannya yang mencengangkan, tersembunyi sejarah kelam dan kisah-kisah nyata yang nyaris tak dapat dipercaya.

Dari tumpukan tulang yang dijadikan tontonan, hingga praktik pemakaman ulang yang dingin dan sistematis. Semuanya menjadikan Colon sebagai salah satu pemakaman paling unik sekaligus paling mengerikan di dunia.

Diresmikan pada tahun 1876 dan dinamai berdasarkan penjelajah terkenal Christopher Columbus, Pemakaman Colon menjadi tempat persemayaman bagi lebih dari satu juta orang. Hingga kini, pemakaman ini masih aktif menerima jenazah setiap hari.

Namun, karena keterbatasan ruang, jenazah yang telah dikubur selama tiga tahun akan digali kembali. Tulang-belulangnya kemudian dipindahkan ke dalam kotak-kotak kecil dan disimpan di area pemakaman.

Meskipun praktik ini kini dilakukan dengan lebih tertib, pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, pengelolaan jenazah sering kali dilakukan tanpa penghormatan yang layak. Tulang-tulang manusia dibuang begitu saja di ruang terbuka, menimbulkan pemandangan yang jauh dari kata wajar.

Jauh sebelum Pemakaman Colon dibangun, penduduk Havana mengandalkan ruang bawah tanah gereja untuk pemakaman. Namun, dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, lahan makam menjadi langka.

Pada tahun 1806, Pemakaman Espada didirikan sebagai tempat pemakaman umum pertama di kota itu. Solusi ini bersifat sementara, sebab tak lama kemudian dunia dihantam serangkaian wabah kolera yang menyapu dari Asia hingga Eropa dan Amerika. Pemakaman Espada pun kebanjiran jenazah dan tak mampu menampung lebih banyak lagi.

Lihat Juga :  Amelia Earhart, Penerbang Wanita Berani dan Misterinya di Langit Pasifik

Ketika wabah kolera melanda Havana dengan hebat pada tahun 1868, masyarakat mulai sadar bahwa mereka membutuhkan pemakaman yang lebih besar dan memadai. Maka, berdirilah Pemakaman Colon, dan Espada pun ditutup.

Harapan bahwa pemakaman baru ini akan memberikan kelegaan tak berlangsung lama. Dalam waktu kurang dari dua dekade, Pemakaman Colon sudah menghadapi kepadatan yang serupa. Beberapa catatan menunjukkan bahwa sewa makam hanya berlaku selama lima tahun dengan biaya sekitar $10. Jika keluarga tidak mampu memperpanjang masa sewa, maka jenazah dikeluarkan dan tulang-belulangnya dipindahkan ke tumpukan besar di sudut pemakaman.

Lihat Juga :  Ruang Tebusan Atahualpa: Saat Kekaisaran Bergantung pada Segenggam Emas

Tumpukan ini kemudian menjadi pemandangan yang tidak lazim bagi para tentara Amerika Serikat yang ditempatkan di Kuba saat Perang Spanyol-Amerika tahun 1898. Mereka bahkan memotret diri sambil memegang tengkorak atau tulang pinggul, lalu mengirimkan kartu pos tersebut kepada orang-orang terkasih di rumah.

Beberapa bahkan membawa tulang-tulang itu berjalan-jalan di jalanan kota Havana, hingga akhirnya Jenderal John R. Brooke menghentikan praktik memalukan ini dengan memerintahkan agar halaman tumpukan tulang ditutup.

Meski kini praktik tak terhormat itu telah lama berlalu, jejaknya belum benar-benar hilang. Jika Anda berkesempatan mengunjungi Pemakaman Colon, cobalah menyusuri bagian belakangnya. Di sana, masih terdapat sisa-sisa tulang yang menunggu untuk dimasukkan ke dalam kotak-kotak kecil dan dikebumikan kembali dengan layak.

Di balik kemegahan dan ketenangan yang ditampilkan, pemakaman ini sejatinya menyimpan sejarah kelam tentang bagaimana kematian, ruang yang terbatas, dan pengabaian kemanusiaan pernah saling bertabrakan dalam diam. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos