JAKARTA | Priangan.com – Beberapa waktu lalu publik di berbagai penjuru dunia dihebohkan oleh sosok Imane Khelif, atlet tinju asal Aljazair yang berhasil lolos ke perempat final setelah mengalahkan Angela Carini di Olimpiade Paris 2024.
Dalam pertandingan itu, Khelif berhasil mendaratkan pukulan ke wajah Carini setelah laga berjalan selama 30 detik. Carini pun kala itu menghentikan pertandingan sejenak. Ia meminta pelatihnya untuk memperbaiki pelindung kepala yang bergeser akibat kerasnya pukulan.
Setelah laga kembali dilanjutkan selama beberapa saat, Carini pun lagi-lagi pergi ke sudutnya. Ia tiba-tiba meminta untuk menghentikan pertandingan dan mundur dari laga tersebut. Sontak, momen itu mendapat sorotan publik. Banyak pihak bertanya-tanya mengapa Carini memutuskan untuk mundur dari pertandingan tersebut.
Disinyalir, ternyata ia menaruh rasa curiga bahwa Khelif bukanlah seorang atlet wanita tulen. Kerasnya pukulan yang mendarat di wajah Carini, meyakinkan dirinya bahwa Khelif adalah atlet transgender. Walhasil, sosok Khelif pun viral. Akun media sosialnya kemudian jadi sasaran hujatan netizen.
Namun, belakangan, ayah Khelif, Amar Khelif, membantah semua tuduhan itu. Ia kemudian menunjukkan sejumlah bukti bahwa anaknya ini merupakan seorang perempuan biologis. Kendati begitu, Amar juga tak menampik bahwa Khelif mempunyai kelainan yang dikenal sebagai Differences in Sex Development (DSD), yaitu kondisi dimana seorang perempuan memiliki kromosom atau anatomi mirip seperti laki-laki.
Keraguan terhadap identitas atlet dalam berbagai pertandingan olahraga bukan hanya kali ini terjadi. Bila waktu ditarik ke belakang, ada banyak atlet yang status gendernya turut dipertanyakan dan menjadi polemik banyak pihak.
Stella Walsh, misalnya. Atlet asal Polandia ini pernah mengalami hal yang sama. Walsh, nama panggilannya, dikenal sebagai salah satu atlet pelari cepat wanita terbaik di dunia. Sedikitnya ada 5.000 perlombaan yang telah ia juarai. Ia tercatat sudah meraih ratusan trofi dan secara resmi mencetak 20 rekor dunia di bidang atlettik.
Meski begitu, tepat setelah kematiannya yang terjadi akibat pembunuhan tragis pada tahun 1980 silam, kontroversi tentang Walsh mulai mengemuka. Itu dimulai ketika petugas kesehatan melakukan proses otopsi atas kasus pembunuhannya. Hasil menunjukkan bahwa Walsh menderita Mosaicism, yaitu kondisi dimana seorang perempuan mempunyai kromosom dan alat kelamin laki-laki.
Hal serupa juga dialami oleh Santhi Soundarajan, seorang atlet lari cepat asal India. Namanya sempat menggegerkan publik pada penyelenggaraan Asian Games pada tahun 2006 lalu. Ia berhasil meraih medali perak dalam salah satu ajang bergensi tersebut.
Kendati demikian, status raihan itu harus digagalkan oleh pihak panitia pasca dirinya mengikuti serangkaian tes gender. Santhi ternyata memiliki hormon testosteron yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ia mengalami gangguan sindrom, dimana kondisi fisiknya seorang wanita tetapi mempunyai kromosom laki-laki.
Walhasil, selain gagal meraih medali perak, pihak panitia juga kala itu memberikan sanksi kepada Santhi. Akibat hal ini, Santhi pun disinyalir mengalami depresi berat hingga berakhir dengan percobaan bunuh diri pada tahun 2007 lalu.
Selain atlet-atlet luar negeri, kasus gender juga faktanya pernah menimpa atlet asal Indonesia. Dalam ajang Sea Games pada tahun 2015 lalu, sosok Aprilia Manganang juga sempat menggemparkan publik. Itu lantaran status gendernya sempat diragukan oleh Tim Voli asal Philiphina.
Pada saat itu, Tim Voli Philiphina bahkan meminta pihak panitia untuk melakukan tes gender kepada Aprilia walau akhirnya ditolak. Fakta gender Aprilia Manganang baru diketahui pasca dirinya sudah menjalani profesi sebagai TNI.
Kala itu, status gender Aprilia makin mencuat dan menjadi perbincangan publik. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Andika Perkasa, pun akhirnya memutuskan untuk memberikan pemeriksaan kepada Aprilia dan ternyata ia merupakan seorang laki-laki.
Aprilia diketahui mengalami kelainan Hipospadia sejak kecil. Soal dirinya yang waktu itu lolos menjadi TNI, Andika berdalih lantaran Aprilia masuk jalur prestasi, maka ia tidak mengikuti tes pemeriksaan secara menyeluruh. (ldy)