TASIKMALAYA | Priangan.com – Skandal pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kembali mencoreng dunia pendidikan di Kota Tasikmalaya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penyimpangan penggunaan dana BOS di 235 sekolah dasar dan menengah dengan total nilai mencapai Rp812,9 juta.
Dalam laporan hasil audit tahun anggaran 2024, BPK mengungkap bahwa sebagian besar sekolah menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukan, bahkan ada yang membuat bukti pertanggungjawaban palsu.
Sebanyak Rp745,6 juta dari dana BOS digunakan untuk langganan majalah dan koran, yang sama sekali tidak termasuk dalam komponen penggunaan dana BOS menurut petunjuk teknis Kementerian Pendidikan.
Yang lebih mencengangkan, di SDN Galunggung, BPK menemukan adanya dokumen pertanggungjawaban fiktif senilai Rp67,3 juta untuk pembelian obat, alat tulis kantor, dan bahan kebersihan. Hasil konfirmasi kepada pemilik toko membuktikan bahwa tanda tangan pada kuitansi bukan tanda tangannya. Bahkan, faktur tagihan ternyata dicetak langsung oleh bendahara sekolah menggunakan kop surat palsu buatan sendiri.
“Faktur yang kami terima tidak pernah kami keluarkan. Kop surat dan tanda tangan bukan milik kami,” ungkap pemilik toko saat dikonfirmasi auditor BPK.
BPK menilai kasus ini bukan sekadar keteledoran, tetapi bentuk lemahnya pengawasan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya. Kepala sekolah dan bendahara BOS terbukti tidak memahami aturan penggunaan dana BOS, sementara pengawasan dari dinas hanya berupa teguran lisan yang tidak ditindaklanjuti.
“Banyak kepala sekolah beralasan dana digunakan untuk langganan media karena banyak tawaran kerja sama, padahal sumber anggaran mereka hanya BOS,” demikian penjelasan Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya sebagaimana tertuang dalam laporan BPK.
Akibatnya, uang publik yang seharusnya digunakan untuk peningkatan kualitas pembelajaran, justru mengalir ke pos yang tak memiliki kaitan dengan pendidikan.
BPK menegaskan, penyimpangan ini melanggar Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2023 tentang petunjuk teknis penggunaan dana BOS. Pengeluaran untuk langganan media dan pembelian fiktif dinilai tidak sah dan harus segera dikembalikan ke kas negara.
BPK juga merekomendasikan agar Wali Kota Tasikmalaya memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan melakukan audit internal menyeluruh serta menertibkan seluruh kepala sekolah penerima BOS, agar ke depan penggunaan dana benar-benar sesuai aturan.
Pemerhati kebijakan publik, Rico Ibrahim, menilai kasus ini sebagai bukti lemahnya kontrol dan mentalitas birokrasi di sektor pendidikan.
“Ketika dana BOS dipakai langganan koran, itu bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi cermin dari penyalahgunaan kepercayaan publik. Ini uang rakyat untuk anak-anak sekolah, bukan dana promosi media,” tegas Rico.
Ia mendesak agar inspektorat dan aparat penegak hukum ikut turun tangan jika ditemukan unsur kesengajaan atau pemalsuan dokumen.
“Kalau bendahara sampai bikin faktur sendiri, itu sudah masuk ranah pidana. Jangan lagi ditutupi dengan alasan ketidaktahuan aturan,” ujarnya. (yna)

















