JAKARTA | Priangan.com – Kasus kontroversial baru-baru ini mengguncang publik Indonesia setelah 18 Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri melepas jilbab mereka saat pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di IKN, pada Selasa (13/8).
Keputusan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari organisasi Purna Paskibraka Indonesia (PPI) dan tokoh-tokoh agama. Mereka menganggap langkah tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak kebebasan beragama dan nilai-nilai Pancasila.
Menanggapi situasi ini, pada Selasa (13/8), Yudian Wahyudi, Kepala BPIP, mengapresiasi perhatian media terhadap kasus ini dan menyampaikan permohonan maaf atas pemberitaan yang berkembang.
“BPIP juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas pemberitaan yang berkembang,” imbuhnya.
BPIP menjelaskan bahwa melepas jilbab merupakan keputusan sukarela dalam rangka mematuhi aturan selama upacara kenegaraan. Mereka menegaskan bahwa para Paskibraka putri dapat mengenakan jilbab mereka dalam kesempatan lain.
“Penampilan Paskibraka putri dengan mengenakan pakaian, atribut dan sikap tampang sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan yaitu Pengukuhan Paskibraka adalah kesukarelaan mereka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada,” ujar Yudian.
Kendati begitu, pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) merasa kecewa dengan kebijakan ini.
Ketua Umum PPI, Gousta Feriza, meminta BPIP memberikan klarifikasi dan mengevaluasi kebijakan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Gousta juga berharap agar kebijakan ini tidak terulang pada upacara mendatang.
“Tentunya BPIP selaku Pengelola dan Penanggung Jawab Program Paskibraka bersedia mengevaluasi semua kebijakan dan keputusan-keputusannya yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” kata Gousta dalam konferensi pers di Kantor PPI, Jakarta, Rabu (14/8)
Tak hanya itu, Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengkritik BPIP melalui media sosial. Ia menilai BPIP telah melanggar peraturan internalnya sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 yang menghilangkan kewajiban untuk mengenakan ciput bagi peserta berhijab.
KH Cholil Nafis menuduh BPIP tidak sensitif terhadap nilai-nilai agama dan hak kebebasan beragama.
Dengan situasi yang semakin memanas, BPIP menghadapi tekanan besar dari berbagai kalangan untuk mengklarifikasi dan mempertimbangkan kembali kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip Pancasila dan konstitusi Indonesia. Apakah kebijakan ini akan diubah atau tetap berlaku, akan menjadi perhatian utama dalam beberapa waktu ke depan. (mth)