DENPASAR | Priangan.com – Meraih kemerdekaan bagi Negara Republik Indonesia tidaklah mudah. Harus disertai perjuangan panjang dan berdarah-darah. Dari Sabang sampai Merauke, bangsa pribumi kala itu rela menukarkan jiwa dan raga mereka hanya untuk meraih cita-cita bangsa; melepaskan Indonesia dari segala bentuk penjajahan.
Salah satu medan perlawanan sengit yang harus dihadapi oleh para penjajah pada saat itu adalah Bali. Pulau seribu pura ini cukup sulit untuk ditaklukan lantaran ada banyak perlawanan besar. Sejumlah pahlawan yang kala itu habis-habisan melawan para penjajah kolonial adalah I Gusti Ketut Pudja, I Gusti Ngurahrah, hingga I Gusti Ketut Jelantik.
Mereka tercatat telah memimpin beberapa pertempuran bersejarah, mulai dari Perang Jagaraga, Perang Kusamba, hingga Puputan Margarana. Dalam rangka mengenang kisah perjuangan para pahlawan besar tersebut, monumen Bajra Sandhi pun didirikan pada tahun 1987 silam. Monumen itu kemudian diresmikan oleh Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 14 Juni 2003.
Berdiri megah di kawasan Niti Mandala, Denpasar, Bali, Monumen Bajra Sandhi kini menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat. Ada hal menarik di balik pembangunan monumen ini selain dari sisi sejarah. Ternyata, monumen Bajra Sandi tidak dirancang oleh seorang arsitek profesional. Sebaliknya, monumen tersebut dirancang lewat sebuah proses sayembara yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali saat itu, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra.
Pada tahun 1981, Ida Bagus membuka sayembara untuk menemukan desain yang sesuai dengan penggambaran perjuangan para tokoh pahlawan besar Bali. Kala itu, pemenang dari desain tersebut bukanlah seorang arsitek, melainkan seorang mahasiswa asal Universitas Udayana. Ia adalah Ida Bagus Gede Yadnya.
Pembangunan momen ini mulai dilaksanakan pada tahun 1988. Meski sempat terkendala karena masalah anggaran dan depresiasi mata uang, pembangunan itu akhirnya rampung pada tahun 2003 lalu.
Bentuk dari bangunan itu menyerupai genta (bajra, sebutan di Bali, red), yang biasa digunakan oleh para pendeta Hindu untuk upacara keagamaan. Sedikitnya, ada 33 diorama dalam monumen tersebut. Diorama-diorama ini juga menggambarkan sejarah Bali sejak masa penjajahan hingga awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Masing-masing diorama dibentuk tiga dimensi dan dilengkapi dengan keterangan dalam berbagai bahasa, mulai dari Bali, Bahasa Indonesia, hingga Bahasa Inggris. Hal itu dilakukan untuk memudahkan para wisatawan untuk memahami perjalanan panjang sejarah Bali.
Di sisi lain, ada beberapa konsep yang juga diterapkan dalam pembangunan monumen ini. Misalnya konsep Lingga-Yoni. Konsep tersebut diterapkan guna melambangkan kesejahteraan dan kesuburan. Selain itu, ada juga kisah Mandara Giri. Kisah itu diambil karena mempunyai makna-makna positif, seperti ketekunan, gotong royong, serta kerja keras.
Sejak dibuka oleh Presiden RI kala itu, Megawati Soekarnoputri, tak sedikit para wisatawan yang datang ke sana. Bahkan, tak hanya wisatawan lokal, para pengunjung juga datang dari berbagai wilayah termasuk dari luar negeri. (ldy)