TASIKMALAYA | Priangan.com – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya yang diduga bermasalah hukum justru mendapat promosi jabatan strategis.
Keputusan ini memicu kritik keras dari Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Tasikmalaya (KMRT) yang menilai kebijakan tersebut merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
ASN yang bersangkutan sebelumnya menjabat sebagai Perawat Mahir sekaligus Bendahara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di salah satu puskesmas.
Ia diduga melakukan penyimpangan anggaran dengan memanipulasi surat pertanggungjawaban (SPJ), tidak menyetorkan pajak jasa pelayanan, serta menahan honorarium non-PNS.
Hasil audit Inspektorat pada Maret 2024 menyebutkan ASN itu tidak kooperatif dalam pemeriksaan. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp120 juta.
Meski memiliki catatan buruk, ASN tersebut dilantik menjadi Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) dengan golongan IVb pada rotasi-mutasi 12 Agustus 2025.
Ironisnya, pengembalian sebagian kerugian negara sebesar Rp58 juta baru dilakukan pada 19 Agustus 2025, tepat seminggu setelah pelantikan.
Ketua KMRT, Ahmad Ripa, menilai promosi itu menyalahi prinsip pembinaan ASN. “ASN yang sedang bermasalah seharusnya dibina atau diberi sanksi, bukan justru dipromosikan. Ini jelas mencederai akal sehat dan merusak citra Pemkab Tasikmalaya,” ujar Ripa saat dihubungi wartawan, Senin (1/9/2025).
Ripa menduga proses rotasi-mutasi di Pemkab Tasikmalaya sarat kepentingan. Ia menyebut kedekatan dengan pimpinan lebih menentukan daripada prestasi kerja. “Kalau dekat dengan pimpinan atau pandai menjilat, bisa naik jabatan meski punya catatan buruk,” sindirnya.
KMRT mendesak Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin, untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Menurut mereka, promosi semacam ini hanya mempertegas lemahnya koordinasi antar-SKPD seperti BKPSDM, Dinas Kesehatan, dan Inspektorat. “Kalau mekanisme penilaian berjalan sesuai aturan, celah nepotisme tidak akan terbuka lebar,” tegas Ripa.
Kasus ini, kata dia, bukan hanya soal satu ASN, melainkan cerminan dari rapuhnya tata kelola birokrasi.
“Bupati harus tegas. Jika ASN bermasalah masih bisa naik jabatan, bagaimana masyarakat bisa percaya pada pemerintah daerah?” pungkasnya. (yna)