JAKARTA | Priangan.com – Nama Indonesia, yang kini menjadi identitas resmi negara kita, memiliki perjalanan panjang yang berakar dalam sejarah yang kaya. Meskipun telah dikenali secara internasional sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, nama “Indonesia” tidak serta-merta muncul begitu saja. Sebelum nama ini diterima secara resmi, berbagai nama telah digunakan untuk merujuk pada kepulauan yang kaya akan budaya, rempah-rempah, dan sejarah ini.
Pada tahun 1850, nama “Indonesia” pertama kali diusulkan oleh dua orang Inggris, James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl, dalam jurnal ilmiah “Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia” yang terbit di Singapura.
Ketika itu, wilayah yang kini kita kenal sebagai Indonesia masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda dan seringkali tertukar dengan nama tempat lain. Earl mengusulkan dua nama, yaitu “Indunesia” dan “Malayunesia,” yang menggambarkan kedekatan wilayah ini dengan tanah Melayu. Namun, Logan lebih memilih nama “Indunesia,” yang kemudian diubah dengan mengganti huruf “u” menjadi “o”, sehingga tercipta nama Indonesia.
Nama ini kemudian dipopulerkan oleh seorang etnolog Jerman, Adolf Bastian, dalam bukunya yang berjudul Indonesien Oder Die Inseln Des Malayischen Archipels und Die Völker des Ostasien pada tahun 1884. Nama Indonesia semakin dikenal pada awal abad ke-20, terutama dengan munculnya media massa yang menggunakan nama ini secara luas. Salah satunya adalah koran Indonesia Merdeka yang diterbitkan pada tahun 1924 oleh Perhimpunan Indonesia.
Namun, jauh sebelum nama “Indonesia” dipopulerkan, ada sejumlah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kepulauan ini.
Sekitar tahun 78 Masehi, nama Dwipantara digunakan oleh bangsa India untuk menyebut kepulauan yang terletak di antara dua samudra besar: Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Nama ini diambil dari bahasa Sanskerta, “dwipa” yang berarti pulau, dan “antara” yang berarti luar atau seberang. Dalam naskah kuno seperti Ramayana, Dwipantara disebut sebagai tanah yang jauh di seberang samudra, yang menjadi tujuan pencarian Sinta, istri Rama, yang diculik oleh Rahwana. Meskipun tidak sepopuler Nusantara, istilah Dwipantara menjadi cikal bakal dari nama Nusantara yang lebih terkenal.
Nama Nusantara yang berasal dari bahasa Sanskerta, berarti “kepulauan”, pertama kali muncul dalam naskah-naskah kuno zaman Kerajaan Majapahit. Dalam teks-teks tersebut, Nusantara merujuk pada wilayah-wilayah di luar Jawa yang menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit. Namun, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, nama Nusantara sempat terlupakan. Baru pada tahun 1920-an, Ki Hadjar Dewantara menghidupkan kembali istilah ini sebagai bagian dari semangat nasionalisme, dan Nusantara pun kembali menjadi simbol kesatuan bagi rakyat Indonesia.
Pada masa penjajahan, istilah Hindia Timur digunakan oleh bangsa Eropa, terutama Belanda dan Portugis, untuk merujuk pada wilayah yang kini dikenal sebagai Indonesia. Nama ini dipilih untuk membedakan kepulauan ini dengan Hindia Barat, yang merujuk pada wilayah Karibia. Para penjajah Eropa melihat kepulauan ini sebagai tanah yang kaya akan rempah-rempah, yang menjadi tujuan utama perdagangan dunia saat itu. Seiring berjalannya waktu, nama ini menjadi semakin identik dengan Indonesia di mata dunia luar.
Pada abad ke-17, setelah Belanda berhasil menguasai wilayah ini, Hindia-Belanda atau Nederlandsch-Indie menjadi nama resmi yang digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda. Nama ini menandakan bahwa Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda selama lebih dari tiga abad. Selama periode penjajahan, nama ini menjadi identitas resmi dalam segala urusan administratif dan pemerintahan kolonial.
Selama pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945, nama To-Indo digunakan untuk menyebut Indonesia. Nama ini adalah bentuk singkatan dari Hindia Timur, dan digunakan oleh pemerintah Jepang selama masa penjajahan mereka. Meski hanya berlaku selama beberapa tahun, nama ini turut menandai babak baru dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Setelah melalui perjalanan panjang, nama Indonesia akhirnya resmi digunakan pada saat Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Nama ini bukan hanya sebuah label geografis, tetapi juga simbol persatuan dan perjuangan bangsa yang telah melalui beragam fase sejarah. Sejak saat itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi identitas resmi yang menyatukan beragam suku, bahasa, dan budaya yang ada di kepulauan ini.
Melalui perjalanan panjang yang dipenuhi perubahan nama dan pengaruh luar, Indonesia kini berdiri kokoh sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Nama Indonesia bukan hanya identitas negara, tetapi juga sebuah perwujudan dari perjuangan, keberagaman, dan semangat persatuan yang tidak pernah padam. (mth)