LUANDA | Priangan.com – Setelah kegagalan mediasi antara Pemerintah Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) dan kelompok pemberontak, Presiden Angola, Joao Lourenco, pada 24 Maret 2025, mengumumkan keputusan untuk mundur dari peran sebagai fasilitator dalam pembicaraan antara RD Kongo dan kelompok pemberontak.
Angola sebelumnya berperan sebagai mediator dalam konflik yang telah berlangsung beberapa dekade antara RD Kongo dan kelompok pemberontak, salah satunya adalah M23. Konflik ini semakin memburuk pada awal tahun ini, setelah kelompok pemberontak berhasil menguasai beberapa wilayah strategis di Kongo.
Angola telah merencanakan pembicaraan penyelesaian konflik antara RD Kongo dan kelompok pemberontak pada Selasa lalu, yang dijadwalkan berlangsung di Angola. Namun, pertemuan tersebut gagal setelah kelompok pemberontak menarik diri sebagai respons terhadap sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa terhadap para pemimpin kelompok tersebut.
Setelah kegagalan mediasi tersebut, Presiden RD Kongo, Felix Tshisekedi, bertemu dengan Presiden Rwanda, Paul Kagame, dalam sebuah pertemuan yang dimediasi oleh Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, di Doha, Qatar. Pertemuan ini terjadi setelah RD Kongo menuduh Rwanda terlibat dalam konflik di Kongo, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Rwanda.
Angola, yang sebelumnya memfasilitasi pembicaraan antara RD Kongo dan Rwanda, menyatakan bahwa “masalah Afrika harus diselesaikan oleh orang Afrika.” Keputusan Angola untuk mundur juga dipengaruhi oleh keberhasilan pemberontak dalam menguasai Kota Walikale, yang kaya akan sumber daya mineral. Selain itu, Angola memilih untuk fokus pada peranannya sebagai Ketua Uni Afrika (AU), yang semakin mendesak. (Zia)