BANDUNG | Priangan.com – Penurunan angka stunting di Provinsi Jawa Barat mendapat sorotan nasional. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, menyampaikan apresiasinya terhadap capaian Jawa Barat yang berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 5,8 persen, dari 21,7 persen menjadi 15,9 persen.
“Ini pencapaian luar biasa. Penurunan di Jabar secara langsung menurunkan angka stunting nasional menjadi 19,8 persen, untuk pertama kalinya di bawah 20 persen,” ujar Wihaji dalam kegiatan peluncuran Gerakan Sehati (Sehat dan Atasi Stunting) di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Selasa (17/6/2025).
Ia menambahkan, dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, langkah-langkah strategis yang diambil Jawa Barat dalam penanganan stunting sangat berpengaruh terhadap perbaikan data nasional.
“Kalau ingin menyelesaikan persoalan stunting nasional, kita harus serius menangani Jawa Barat. Karena hampir seperenam penduduk Indonesia tinggal di sini,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Wihaji juga meluncurkan kolaborasi antara BKKBN dan PT Perkebunan Nusantara 1 (PTPN 1) melalui program Sehati, yang merupakan bentuk dukungan terhadap Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).
Melalui program ini, PTPN 1 akan menjadi orang tua asuh bagi 200 keluarga berisiko stunting (KRS) di sekitar wilayah perkebunan. Kelompok sasaran meliputi ibu hamil, ibu menyusui, serta anak-anak usia di bawah dua tahun (baduta).
“Kalau anak mengalami kekurangan gizi di dua tahun pertama, sangat sulit diperbaiki. Maka, masa 1.000 hari pertama kehidupan itu harus jadi prioritas,” jelas Wihaji.
Wihaji turut mengingatkan bahwa penurunan stunting tidak hanya soal pemenuhan gizi, tetapi juga pola hidup sehat dan kesiapan orang tua dalam membesarkan anak.
“Pernikahan dini adalah salah satu faktor utama penyebab stunting. Sekalipun gizinya cukup, jika kehamilan terjadi saat kondisi ibu belum matang, risiko anak terkena stunting tetap tinggi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peran orang tua dalam pola asuh anak. Banyak kasus stunting terjadi akibat kurangnya perhatian langsung dari orang tua terhadap nutrisi anak.
Wihaji menegaskan bahwa bantuan dari perusahaan seperti PTPN 1 harus dikonsumsi oleh sasaran yang tepat, yakni ibu hamil dan balita.
“Jangan sampai makanan tambahan dari PTPN dimakan oleh ayahnya. Ini untuk ibu dan anak. Kalau salah sasaran, tujuan program bisa gagal,” ucapnya.
Dengan pendekatan kolaboratif dan intervensi langsung pada kelompok risiko, Wihaji optimistis angka stunting nasional dapat terus ditekan. Target pemerintah untuk mencapai prevalensi stunting 14 persen di tahun 2029 dinilai masih bisa diraih jika semua pihak bergerak bersama. (yna)