TASIKMALAYA | Priangan.com – Puluhan massa yang tergabung dalam Rakyat Demokrasi (RPD) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya.
Aksi tersebut dipicu oleh dugaan keterlibatan sejumlah anggota dewan dalam bisnis program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi program sosial pemerintah.
Massa membawa keranda mayat ke depan gedung dewan sebagai simbol kematian nurani wakil rakyat. Ketua RPD, Dadan Jaenudin, menegaskan bahwa simbol itu melambangkan matinya kepekaan DPRD terhadap penderitaan rakyat.
“Keranda ini lambang matinya hati nurani wakil rakyat. Mereka lebih sibuk mengurus proyek dan bisnis pribadi ketimbang memperjuangkan kepentingan masyarakat,” ujarnya lantang.
Menurut Dadan, hasil investigasi RPD menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa sebagian dapur penyedia MBG di Kabupaten Tasikmalaya dikelola oleh oknum anggota DPRD atau orang-orang terdekatnya. Praktik itu dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pengkhianatan terhadap prinsip keadilan sosial.
“Ada oknum anggota dewan yang ikut mengelola dapur MBG. Program yang seharusnya untuk rakyat malah dijadikan ladang bisnis pribadi,” tegasnya.
RPD menilai DPRD telah kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga pengawasan. Mereka menuding para anggota dewan terjebak dalam konflik kepentingan yang membuat pelaksanaan program pemerintah tidak lagi transparan.
“Bagaimana mungkin DPRD bisa mengawasi pelaksanaan MBG kalau mereka sendiri ikut bermain di dalamnya?” kata Dadan dengan nada kecewa.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi ke DPRD untuk meminta klarifikasi, namun tak pernah mendapat tanggapan. Karena itulah massa RPD akhirnya datang langsung ke gedung dewan untuk menyampaikan kekecewaan.
“Kami sudah dua kali bersurat, tapi dijawab dengan alasan menunggu BAMUS. Padahal rakyat butuh jawaban hari ini, bukan alasan,” ujar Dadan.
Selama aksi berlangsung, tidak satu pun anggota DPRD menemui massa. Gedung dewan dijaga ketat aparat keamanan, sementara para pengunjuk rasa hanya diperbolehkan menyerahkan surat tuntutan di depan gerbang utama. Situasi tetap kondusif, namun sorakan dan kecaman terhadap para wakil rakyat menggema sepanjang orasi.
Dadan juga menyinggung keterlibatan partai politik dalam bisnis MBG. Menurutnya, sejumlah dapur program tersebut dikendalikan oleh orang-orang partai penguasa.
“Sudah jadi rahasia umum, pengelolaan MBG banyak dipegang oleh kader partai. Kalau anggota dewan mau berbisnis, silakan, tapi jangan gunakan jabatan publik sebagai tameng,” ucapnya.
Ia menilai praktik seperti ini sangat berbahaya karena merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
“Kalau wakil rakyat ikut rebutan proyek, siapa yang masih bisa rakyat percayai? Mereka dipilih untuk mengawasi, bukan ikut mengambil keuntungan,” ujarnya.
Aksi yang berlangsung damai itu ditutup dengan doa bersama dan penyerahan surat tuntutan resmi ke sekretariat DPRD. Keranda yang ditinggalkan di depan gedung dewan menjadi simbol kemarahan publik terhadap wakilnya yang dianggap sudah “mati nurani.”
Hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Kabupaten Tasikmalaya belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan keterlibatan anggotanya dalam pengelolaan bisnis MBG. (yna)

















