TASIKMALAYA | Priangan.com – Proyek perbaikan ruas Jalan Mangunreja–Sukaraja di Kabupaten Tasikmalaya mulai menimbulkan tanda tanya. Bukan karena pelaksanaannya yang lambat, melainkan karena tidak jelasnya sumber anggaran yang digunakan. Ironisnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai mitra pengawasan pemerintah, mengaku tidak mendapat informasi apa pun soal proyek tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ami Fahmi, secara terbuka menyatakan belum menerima laporan mengenai kegiatan tersebut, baik dari pihak eksekutif maupun dari dinas teknis. Ia pun mempertanyakan darimana pemerintah daerah mendapatkan anggaran untuk membiayai proyek perbaikan jalan itu.
“Ya belum tahu itu sumber anggarannya dari mana. Kami belum mendapat informasi soal itu,” ujar Ami, saat dikonfirmasi Jumat (25/7/2025).
Ami menjelaskan, jika anggaran proyek menggunakan Biaya Tidak Terduga (BTT), maka memang tidak perlu melalui mekanisme pembahasan bersama DPRD karena merupakan diskresi kepala daerah. Namun, tetap saja pemerintah harus menjelaskan alasan penggunaan BTT dalam konteks pembangunan fisik, yang biasanya dialokasikan untuk keadaan darurat seperti bencana alam atau situasi krisis.
“BTT itu memang wewenang kepala daerah. Tapi penggunaannya juga tidak bisa sembarangan. Harus ada kondisi darurat yang jelas,” tegasnya.
Namun jika proyek jalan tersebut merupakan bagian dari program reguler, maka seharusnya sudah tercantum dalam dokumen APBD 2025 yang dibahas dan disahkan DPRD pada akhir tahun lalu. Karena itu, menurut Ami, proyek seperti ini mestinya tidak luput dari catatan dan pemantauan DPRD.
“Kalau memang program reguler, pasti ada dalam APBD. Tapi hingga saat ini kami belum tahu persis kegiatan itu masuk dalam pos yang mana,” katanya.
Anggota Komisi 3 DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Aang Budiana, menyampaikan hal senada. Ia juga mengaku belum menerima laporan resmi soal proyek jalan tersebut, apalagi soal adanya laporan pengaduan masyarakat (lapdu) dari Forum Tasikmalaya Bersatu (Fortabes) ke Kejaksaan Negeri.
“Saya baru dengar ada lapdu Fortabes ke kejaksaan. Tapi soal proyeknya sendiri, kami juga belum dapat laporan atau penjelasan,” ungkap Aang.
Menurut Aang, secara umum masyarakat tidak terlalu peduli dengan sumber anggaran atau mekanisme proseduralnya. Yang mereka inginkan hanya satu: jalan rusak segera diperbaiki. Namun sebagai anggota DPRD yang menjalankan fungsi pengawasan, Aang merasa perlu mendalami persoalan ini agar tidak menjadi preseden buruk dalam tata kelola anggaran daerah.
“Wajar masyarakat tidak menanyakan asal dananya. Tapi kami di DPRD harus tahu. Jangan sampai ada proyek yang berjalan tanpa dasar anggaran yang jelas,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika benar proyek perbaikan jalan ini dijalankan tanpa sepengetahuan legislatif, maka DPRD perlu mengambil langkah evaluasi. Komisi 3, kata dia, bisa saja memanggil dinas terkait untuk meminta klarifikasi, sekaligus menelusuri legalitas dan justifikasi penggunaan anggaran.
“Kami akan koordinasi dengan pimpinan dan teman-teman komisi. Kalau perlu, dinasnya kita undang. Supaya jelas, proyek itu menggunakan anggaran dari mana, dan apakah sesuai aturan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, Bobbi Muhamad Ali Akbar, saat dimintai konfirmasi terkait laporan dari Fortabes, mengaku belum bisa memberikan keterangan karena belum ada dokumen yang masuk.
“Kami belum menerima laporan secara resmi. Nanti akan kami cek dulu,” ujar Bobbi. (yna)