TASIKMALAYA | Priangan.com – Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tercatat menggelontorkan anggaran jumbo untuk kebutuhan makan, minum, dan sewa hotel sepanjang Januari hingga September 2025.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP, anggaran untuk belanja konsumsi mencapai Rp1.812.950.868, tersebar dalam 82 item kegiatan mulai dari rapat, sosialisasi, pelayanan kesehatan, hingga renovasi puskesmas. Setiap kegiatan ini disertai paket makan dan minum dengan nominal beragam, dari Rp1 juta hingga Rp89 juta per kegiatan.
Selain konsumsi, Dinas Kesehatan juga mengalokasikan dana hingga Rp305.525.000 untuk sewa hotel. Tercatat ada 11 paket kegiatan dengan nominal mulai dari Rp1 juta hingga Rp140 juta, yang diperuntukkan bagi rapat-rapat di luar kantor.
Alokasi belanja non-layanan langsung ini sontak memunculkan kritik publik, terutama ketika dibandingkan dengan kondisi pelayanan kesehatan yang masih jauh dari harapan.
Di beberapa puskesmas, warga masih sering mengeluhkan kualitas layanan yang belum merata. Antrean panjang setiap pagi menjadi pemandangan umum. Tidak sedikit pasien harus datang sejak subuh hanya agar kebagian nomor antrian pemeriksaan.
Selain itu, stok obat kerap tidak lengkap, sehingga warga harus menebus obat tambahan di apotek swasta dengan biaya sendiri. Beberapa puskesmas di pinggiran kota bahkan masih kekurangan tenaga medis, khususnya dokter spesialis, sehingga rujukan ke rumah sakit daerah sering kali tak terhindarkan.
Kontras inilah yang membuat publik mempertanyakan orientasi belanja Dinas Kesehatan. Pemerhati kebijakan publik Rico Ibrahim menyebut anggaran konsumsi miliaran rupiah adalah ironi di tengah keterbatasan layanan dasar.
“Belanja makan minum tentu sah, tapi jumlahnya yang menembus miliaran sangat tidak seimbang dengan kebutuhan riil masyarakat. Sementara itu, puskesmas masih kekurangan obat dan dokter. Ini jelas menunjukkan skala prioritas yang bermasalah,” ujarnya.
Heri menambahkan, jika belanja untuk rapat dan hotel dikurangi, dana tersebut bisa dialihkan untuk memperkuat fasilitas layanan kesehatan. “Bayangkan, Rp2 miliar itu bisa dipakai untuk menambah alat kesehatan, menyediakan stok obat, atau bahkan menambah tenaga kontrak medis di puskesmas. Dampaknya akan jauh lebih terasa ketimbang sekadar nasi kotak dalam rapat,” katanya.
Sementara itu, warga di Kecamatan Indihiang, Rina (34), mengaku sering kecewa saat membawa anaknya berobat ke puskesmas. “Kadang obatnya kosong, jadi harus beli lagi di luar. Padahal kami sudah bayar BPJS. Kalau uang miliaran itu dipakai untuk konsumsi rapat, rasanya tidak adil buat kami,” ucapnya.
Hingga kini pihak Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya belum memberikan penjelasan terbuka terkait dasar penganggaran konsumsi dan sewa hotel dalam jumlah besar, serta evaluasi apakah kegiatan tersebut memberikan dampak nyata bagi mutu layanan kesehatan.
Publik menunggu transparansi agar jelas apakah miliaran rupiah yang sudah dikeluarkan benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat, atau justru habis untuk hal-hal yang tidak menyentuh kebutuhan dasar kesehatan warga. (yna)

















