Anak Tewas di Pesta Gubernur, KPAI: Di Mana Komitmen Perlindungan Anak Jawa Barat?

GARUT | Priangan.com – Tragedi meninggalnya seorang anak dalam acara pernikahan anak Gubernur Jawa Barat di Garut menjadi pukulan telak terhadap klaim perlindungan anak yang selama ini digaungkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan kritik keras, menyebut kematian anak tersebut adalah simbol kelalaian struktural yang selama ini tertutupi euforia dan seremonial.

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyatakan kekecewaannya atas lemahnya respons pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Barat, yang dinilai tidak menunjukkan keberpihakan nyata pada perlindungan kelompok rentan. “Suara perlindungan anak di Jawa Barat itu selama ini lantang, tapi tidak terdengar ketika nyawa anak melayang di tengah pesta para pemilik kekuasaan,” ujar Jasra, Minggu (21/7/2025).

Jasra menyebut ketidaksesuaian pernyataan Gubernur sebelum dan sesudah kejadian justru mempertegas bahwa komitmen perlindungan anak belum menyentuh tataran kebijakan nyata. Ia menyesalkan bagaimana faktor keselamatan anak dan kelompok rentan diabaikan dalam sebuah acara besar yang sudah diperkirakan bakal mengundang massa dalam jumlah besar.

“Panitia hanya sibuk mengejar jumlah penonton demi ukuran kesuksesan, tapi lupa bahwa di antara kerumunan itu ada anak-anak, lansia, perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Apa yang terjadi? Seorang anak kehilangan nyawa. Bukankah itu kegagalan sistemik?” tegasnya.

Lebih dari sekadar peristiwa insidental, Jasra menilai tragedi ini seharusnya membuka mata semua pihak: bahwa Jawa Barat yang mengklaim sebagai provinsi ramah anak justru lengah menjaga keselamatan anak di ruang publiknya sendiri. “Kita tidak bicara soal teknis kerumunan, kita bicara tentang bagaimana satu anak mati karena kelalaian negara,” kata Jasra.

Menurutnya, KPAI sudah berulang kali memberikan masukan tentang lemahnya pelaksanaan perlindungan anak di Jawa Barat. Namun sering kali, masukan tersebut diabaikan, atau malah dijadikan polemik oleh buzzer dan simpatisan politik. “Saat kami sampaikan catatan kritis, pemerintah diam atau defensif. Tapi sekarang sudah terjadi. Siapa yang bertanggung jawab?” ujarnya.

Lihat Juga :  Penyandang Tunanetra dan Tunadaksa Ikuti Trip Blind Tadarus Braille di Tasikmalaya

Ia mendorong Kepolisian tidak hanya menyelidiki teknis insiden, tetapi juga mendalami kemungkinan adanya kelalaian struktural dan pengabaian protokol keselamatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab penyelenggara. “Harus ada pengusutan menyeluruh. Apakah panitia memang tidak menyiapkan antisipasi untuk kelompok rentan? Apakah ini murni kelalaian atau pembiaran?” tambahnya.

Lihat Juga :  Sebelum Bertemu Rusia, AS Gelar Pertemuan dengan Ukraina di Arab Saudi

Tragedi ini, menurut Jasra, harus dijadikan titik balik. Ia meminta Pemprov Jabar tidak sekadar memberi pernyataan duka, tapi segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan anak di daerah. “Jangan cuma slogan. Kota Layak Anak harus dibuktikan dengan kebijakan konkret, bukan seremonial,” tandasnya.

Menjelang peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli, Jasra meminta para pengambil kebijakan membuka ruang dialog bersama para pemerhati anak, aktivis, akademisi, dan masyarakat sipil. Ia menyarankan pembentukan forum evaluasi bersama sebagai respons konkret atas tragedi ini.

“Seluruh pemangku kepentingan di Jawa Barat harus kembali diingatkan: setiap anak di provinsi ini adalah tanggung jawab bersama. Termasuk anak yang meninggal di acara elite ini. Jangan bungkam. Jangan normalisasi kematian anak,” pungkasnya. (Az)

 

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos