Daily News

AMSI Dorong Media Massa Terverifikasi Dewan Pers, Apa Guna?

Diskusi dalam Konferensi Wilayah ke-3 AMSI Jabar

BANDUNG | Priangan.com – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mendorong perusahaan pers yang jadi anggotanya agar bisa terverifikasi oleh Dewan Pers. Hal itu untuk membuka jalan negosiasi bisnis antara perusahaan platform digital dengan perusahaan media siber.

Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, menyampaikan hal itu dalam diskusi “Publisher Rights dan Keberlangsungan Ekosistem Bisnis Media Siber di Jawa Barat”. Diskusi tersebut jadi salah satu kegiatan dalam Konferensi Wilayah (Konferwil) ke-3 AMSI Jabar.

Menurutnya, ada dua poin penting dari penerbitan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights oleh Presiden Joko Widodo.

“Satu, pernyataan pemerintah untuk mendukung pers. Ada statement politik dari Presiden, bahwa jurnalisme berkualitas dan keberlanjutan industri media menjadi perhatian penting dari pemerintah,” kata Wahyu, di Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis, 16 Mei 2024.

Kedua, lanjut dia, perpres tersebut mengatur bahwa perusahaan platform digital bertanggung jawab untuk mendukung jurnalisme berkualitas. Bukan hanya perusahaan platform digital besar semacam Google, Facebook, TikTok, tapi juga yang kehadirannya signifikan.

“Itu bisa diukur dari traffic, bisa disepakati soal ukuran signifikan ini. Kemudian siapa perusahaan pers yang terdampak? Dalam diskusi terakhir, memang mengarah pada perusahaan pers yang terverifikasi. AMSI akan mendorong lewat aspirasi,” tuturnya.

Menurut dia, media besar atau kecil, selama sudah terverifikasi di Dewan Pers, bisa diuntungkan dengan adanya Perpres Publisher Rights. Adapun sengketa yang mungkin timbul dari bisnis antara platform digital dengan media akan ditangani oleh Komite Independen.

Sementara itu, Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, yang turut menjadi pemateri diskusi, menceritakan sejumlah masalah yang ditemukan media online saat menggantungkan bisnisnya pada platform global.

Tonton Juga :  Minoritas Rohingya Terancam, Serangan Pemberontak di Myanmar Meningkat

Ia mengatakan, “jurnalisme traffick” tidak selamanya menguntungkan. Sebab, platform global, seperti google, memeliki aturan komunitas yang terkadang merugikan media dan sulit dinegosiasikan.

Maka, agar media bisa bertahan dan maju, perlu usaha kolaborasi atau berjejaring agar keberadaanya menjadi lebih kuat. “Media-media kecil itu sulit dilirik platform global. Bahkan untuk melihat pintunya saja sulit. Tapi dengan berkomunitas, ada kesempatan untuk mendapatkan traffick dan kerjasama lainnya,” tandasnya.

Pemateri lainnya, pakar jurnalistik Universitas Islam Bandung, Prof. Septiawan Santana, menjelaskan, Publisher Rights akan mengembalikan tugas jurnalistik yang selama ini diobok-obok oleh platform global, misalnya, mesin algoritma Google ke perusahaan media. Publisher Rights juga menjadikan awak media bedaulat kembali terhadap dirinya sendiri.

Meski begitu, dia berpendapat, Publisher Rights memerlukan langkah lanjutan guna menjamin bahwa media menginvestasikan dana buat produk jurnalisme berkualitas. “Penerbit kecil lokal juga perlu jaminan agar punya tempat bernegosiasi dengan lord digital,” ujarnya.

Dia berkeyakinan, lahirnya Publisher Right tidak akan mematikan bisnis media. Dia optimistis bahwa bisnis media masih akan tumbuh selama memberitakan sesuatu yang benar dan dapat menemukam model bisnis yang baru. (AI)

zvr
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
%d blogger menyukai ini: